Jumat, 22 November 2024

Pakar Berharap Pemerintah Tak Lepas Tangan Terkait RUU KIA

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Pimpinan DPR RI dalam rapat paripurna pengesahan RUU KIA jadi inisiatif DPR RI, Kamis (30/6/2022). Foto: Istimewa

Dirilisnya perpanjangan cuti melahirkan dalam draft Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) menimbulkan berbagai respon dari masyarakat, terutama pada pekerja perempuan. Sebagian besar dari mereka khawatir akan konsekuensi di balik penerapan kebijakan tersebut.

Meski demikian, para pakar meyakini RUU KIA dapat membantu pekerja perempuan jika dikaitkan dengan aturan lainnya. Seperti yang dikemukakan oleh Dr. M Hadi Subhan Ahli Hukum Ketenagakerjaan Unair dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Jumat (1/7/2022), akan muncul masalah apabila RUU KIA tidak disinkronisasi.

“Kurang tepat itu kalau seolah-olah RUU KIA berdiri sendiri mengesampingkan UU Ketenagakerjaan. Kalau berdiri sendiri, berarti perusahaan mengatur regulasi ketenagakerjaannya lebih dikhususkan  daripada RUU KIA,” ujarnya pada Kamis (30/6/2022).

Direktur Kemahasiswaan Unair itu menjelaskan, dalam UU Ketenagakerjaan pemerintah juga tak boleh lepas tangan. Bukan hanya mengatur ketentuan cuti, melainkan juga mengatur konsekuensinya. Contohnya, tiga bulan penuh dibayar perusahaan, dan tiga bulan kemudian subsidi dari pemerintah, dengan catatan perusahaan tidak bisa memutuskan hubungan kerja (PHK).

“Sebenarnya ada jaminan kehilangan pekerjaan. Orang yang di-PHK mendapatkan jaminannya enam bulan diberikan gaji dari negara. Harapannya, kalau ada tambahan cuti melahirkan, negara juga meng-cover. Andaikan dibebankan ke perusahaan, maka menyebabkan beberapa efek, termasuk perusahaan tidak kompetitif, harga produksi mahal, akhirnya import,” paparnya.

Menurut Dosen Fakultas Hukum Unair tersebut, selama pemerintah tidak lepas tangan, kekhawatiran bisa diredam. Jika penerapan cuti melahirkan RUU KIA tidak dilakukan dengan benar oleh perusahaan, justru menjadi tugas pemerintah melalui Pengawas Ketenagakerjaan (Wasnaker) guna menjamin pelaksanaan perundang-undangan ketenagakerjaan sebagaimana mestinya.

Secara konstitusional, pasal 27 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi ‘setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak berdasarkan kemanusiaan’.

“Memang ada sanksi, tapi secara administratif. Semisal perusahaan melarang cuti atau memotong hak pekerja, nantinya Pengawas Ketenagakerjaan yang menangani dibawahi Kementerian Ketenagakerjaan,” pungkasnya.(bil/dfn)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs