Lembaga otonom persyarikatan Muhammadiyah, Aisyiyah, telah memulai tahapan pertama Sidang Pleno I Muktamar Aisyiyah ke-48 pada 6 November 2022 di Auditorium Djazman, Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan menghasilkan 10 komitmen perempuan berkemajuan.
“Sebagai perwujudan dari implementasi Risalah Perempuan Berkemajuan, terdapat 10 komitmen perempuan berkemajuan,” ujar Siti Noordjannah Djohantini Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Minggu (6/11/2022).
Siti merinci 10 komitmen tersebut meliputi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pelestarian lingkungan, penguatan keluarga sakinah, pemberdayaan masyarakat, filantropi berkemajuan, aktor perdamaian, partisipasi publik, kemandirian ekonomi, peran kebangsaan, dan kemanusiaan universal.
Ia mengatakan komitmen ini ditujukan bagi para penggerak organisasi untuk melakukan pengembangan gerakkan perempuan berkemajuan, termasuk semua insan perempuan, agar dapat menjalani kehidupan yang sejalan dengan nilai-nilai keagamaan yang moderat berkemajuan.
“Walaupun muktamar digelar secara virtual, jauh secara fisik, tetapi hati dan pikiran akan menyatu dalam sebuah gerakan perempuan Muslim terbesar yang telah membuktikan kontribusinya dalam menyelesaikan persoalan kehidupan kebangsaan, keumatan, dan kemanusiaan universal,” kata dia.
Menurut dia, 10 komitmen ini merupakan implementasi dari Risalah Perempuan Berkemajuan (RPB) yang menjadi salah satu materi pembahasan dalam Muktamar Aisyiyah ke-48.
Risalah perempuan berkemajuan merupakan dokumen pandangan ideologis persyarikatan Muhammadiyah Aisyiyah tentang perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.
Pemikiran Aisyiyah tersebut, kata dia, merupakan reorientasi gagasan dan kepeloporan Aisyiyah untuk memajukan perempuan secara inklusif tanpa melihat latar belakang suku, ras, maupun agama untuk mewujudkan kehidupan perempuan yang lebih baik.
Siti berharap risalah tersebut akan memperkaya dokumen-dokumen pandangan ideologis persyarikatan Muhammadiyah tentang perempuan. Muhammadiyah dan Aisyiyah memang telah memiliki beberapa dokumen pandangan ideologis terkait perempuan yang menunjukkan pandangan yang berkemajuan tentang perempuan.
Ia mencontohkan dokumen Tuntunan Mencapai Istri Islam yang Berarti pada 1939 telah memuat kebolehan perempuan bepergian tanpa mahrom selama dapat diupayakan keamanannya. Namun demikian, seiring dinamika zaman, diperlukan dokumen pandangan ideologis yang kontekstual sejalan dengan kompleksitas kemajuan zaman.
Perempuan berkemajuan, menurut dia, mengacu pada dokumen pokok-pokok pikiran Aisyiyah abad kedua, yang bermakna sebagai perempuan yang memiliki alam pikiran dan kondisi kehidupan yang maju dalam segala aspek tanpa mengalami hambatan dan diskriminasi baik secara struktural maupun kultural.
Terdapat empat nilai yang menjadi landasan dari pengembangan Risalah Perempuan Berkemajuan, yaitu, pertama, karamah insaniyyah bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan dari nafs wahidah sebagai makhuk yang sama mulianya dengan segala potensi kemanusiaan.
Kedua, perlindungan dan pemberdayaan juga menjadi nilai dasar melalui upaya pemberdayaan, penguatan keluarga Sakinah, pemberdayaan pendidikan, ekonomi, hingga toleransi keberagaman. Ketiga, keadilan yang dimaknai sebagai pemenuhan hak dan kewajiban serta kesetaraan.
“Keempat, rahmah yaitu nirkekerasan dan Islam yang membawa perdamaian,” katanya.(ant/gat/iss)