Jumat, 22 November 2024

Mengenal Desa Wisata, Masyarakat Tak Boleh Sekedar ‘Menonton’

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Bukit Kehi, salah satu objek wisata di Desa Kertagena Daya, Kecamatan Kadur, Pamekasan yang selama ini sempat ditutup akibat pandemi Covid-19. Foto: Antara

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menjadikan pengembangan desa wisata sebagai prioritas kebangkitan sektor pariwisata Indonesia sejak hantaman pandemi Covid-19.

Bahkan, Sandiaga Uno Menparekraf menyebut bahwa program tersebut dilakukan guna menjadikan desa wisata sebagai destinasi wisata berkelas dunia dan berdaya saing. Dalam Anugerah Desa Wisata 2021 lalu, tercatat ada 1.831 desa wisata di Indonesia yang sudah mengantongi izin dari pemerintah daerah setempat. Diperkirakan, jumlah itu masih akan terus bertambah.

Baca juga: Kemenparekraf Siap Sertifikasi 60 Desa Wisata pada 2021

Andi Yuwono Ketua Umum Asosiasi Desa Wisata Indonesia, ada beberapa poin penting dalam pengembangan desa wisata. Salah satunya harus melibatkan masyarakat setempat baik dalam proses produksi, jasa maupun keuntungan yang bisa dinikmati bersama. Sehingga, kontribusi aktif masyarakat menjadi dasar pengembangan desa wisata.

Andi menyebut, jika sebuah desa dikembangkan menjadi tempat wisata namun tidak berdasarkan community based tourism (CBT), maka daerah tersebut tidak bisa dikatakan desa wisata.

“Spiritnya community based tourism, masyarakat terlibat langsung secara aktif. Masyarakat sebagai pelaku praktek-praktek pariwisata. Masyarakat jadi locusnya, masyarakat arus utama. Mereka pelaku, pelaksana dan penikmat, kalau hanya dikembangkan pihak swasta, itu bukan desa wisata,” kata Andi dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Senin (17/1/2022).

Baca juga: Pemprov Jatim Perkuat Desa Wisata untuk Pulihkan Ekonomi

Andi menjelaskan, komponen kepariwisataan adalah 4A, yakni Accesibility atau akses menuju lokasi, Amenities atau daya dukung fasilitas publik yang memadai, Attraction atau apa yang akan ditampilkan untuk pengunjung, serta Ancillary tentang siapa pelaku pariwisata tersebut.

Dalam desa wisata, Ancillary menjadi pilar utama karena harus membangun masyarakat bagaimana mereka ikut aktif terlibat. Karena jika tidak, maka konsep desa wisata dapat gugur dengan sendirinya.

Baca juga: Sandiaga Uno Promosi Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021 di Desa Pujon Kidul Malang

Dalam konsep desa wisata, masyarakat bukan hanya sebagai ‘penonton’ tapi pelaku. Tidak boleh meninggalkan pekerjaan mereka sebelumnya, sebagai petani atau perajin misalnya, karena perspektif wisata ada added value bagi masyarakat.

Desa wisata adalah satu kesatuan wilayah administratif yang memiliki daya tarik dengan menonjolkan kearifan lokal sebagai tujuan wisata.

Benefit-nya, pariwisata akan menjadi bonus. Membangun desa wisata tak berarti kultur masyarakat sebelumnya diubah serta merta. Tapi basis produksi dari masyarakat, lalu mereka diberi pengetahuan dan skill sebagai pelaku jasa dari produksi yang mereka hasilkan sehingga punya nilai tambah,” jelasnya.

Andi juga menekankan, membangun desa wisata harus berlandaskan pembangunan SDM atau dari warga lokal setempat. Begitu juga dengan pemetaan potensi desa yang akan ditonjolkan yang memiliki daya saing. Selain itu, keberanian leader dalam membentuk desa wisata sangat diperlukan.

Andi sendiri, terlibat dalam pembangunan desa wisata di Kampung Kreatif Kelurahan Tanggung, Blitar sejak 2006. Kampung Tanggung sendiri sebagai penyangga kawasan wisata Makam Bung Karno sebagai wisata Nasional yang menonjolkan para perajin bubut berbasis kayu.

“Setiap rumah menggantungkan kerajinan yang menyupplai ke seluruh destinasi dan ekspor. Bahkan sebelum pandemi, kami bisa ekspor bubut kendang perkusi ke China dengan 30 kontainer per bulan langsung dari Blitar. Jadi konsep desa wisata ini memang sangat bagus untuk menyejahterakan warga desa, karena itu triger mengembangkan pariwisata melalui Desa Wisata harus terus dikembangkan,” ucapnya.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs