Wajah cerah dan senyum lebar terlihat di wajah ratusan warga Indonesia di Inggris yang berkumpul di bangunan dua lantai bercat putih di kawasan Neasden, tak jauh dari Stadion Wembley.
Pada Ahad pagi, 4 Desember 2022, di awal musim dingin, warga Indonesia berkumpul untuk menghadiri syukuran setelah panitia dari yayasan Indonesian Islamic Centre (IIC) akhirnya berhasil membeli bangunan bekas gereja yang dialihfungsikan menjadi masjid, masjid pertama Indonesia di tanah Inggris Raya.
Mimpi dan ikhtiar yang dirintis sejak 1990-an akhirnya terwujud.
“Saya masih ingat, ikhtiar untuk mendirikan masjid warga Indonesia di Inggris dicetuskan secara formal pada Januari 1996,” ungkap Memet Purnama Hasan, kepala wali amanat IIC.
Dari sini, sejumlah warga berinisiatif mendirikan yayasan dan kepanitiaan. Dari berbagai penggalangan dana, terkumpul uang untuk membeli rumah yang difungsikan sebagai pusat kegiatan keagamaan.
Namun seiring dengan bertambahnya jumlah warga Indonesia dan makin semaraknya berbagai kegiatan, rumah tersebut tidak lagi memadai untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan.
Di sisi lain, Memet dan beberapa warga lain juga merasa ada kebutuhan yang makin mendesak untuk memiliki masjid yang benar-benar dijalankan oleh warga Indonesia di Inggris.
“Kami melihat di Inggris ini, ada masjid yang didirikan oleh komunitas Bangladesh, Pakistan, Turki, dan dari beberapa negara lain. Sementara, warga Indonesia, yang diketahui sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tidak memiliki masjid di Inggris,” kata Memet yang sudah menetap di Inggris selama puluhan tahun ini.
Momentum untuk mempergencar pembangunan masjid Indonesia di Inggris datang ketika IIC memutuskan untuk menyegarkan kepanitiaan.
Eko Kurniawan diminta untuk menjadi panitia pendirian masjid dan bersama sejumlah warga dan mahasiswa Indonesia mengusulkan cara-cara baru untuk menggalang dana.
Intinya, memanfaatkan semua saluran, baik tradisional maupun digital untuk menambah kas.
“Penambahan terbesar berasal dari kanal-kanal digital. Kami menggelar beberapa acara online dan dari situ dana yang kami kumpulkan bertambah secara signifikan,“ kata Eko.
Panitia antara lain menggelar acara online seperti tablig akbar bersama Ustaz Abdullah Gymnastiar, Ustaz Adi Hidayat, lelang sepeda Brompton edisi Merah Putih, Wakaf Mozaik, dan Wakaf Gotong Royong.
Di luar itu ada acara off-line seperti bersepeda untuk masjid Indonesia dan penggalangan dana melalui platform Kita Bisa.
“Yang membuat kami terharu adalah banyak sekali donatur yang menyumbang mulai dari ribuan hingga jutaan rupiah. Dari yang nilainya kecil sampai besar. Tetapi selalu ada tambahan doa. Misalnya, ‘Kami menyumbang Rp10.000. Semoga segera terwujud, semoga suatu saat nanti bisa mampir di masjid ini.’ Sumbangan dan doa tersebut berasal dari Aceh hingga ke Papua, juga dari sejumlah negara. Jumlahnya sangat banyak. Ini membuat kami terharu dan juga membuat kami termotivasi untuk menyegerakan pendirian masjid,” kata Memet.
Hingga pertengahan 2022, panitia memiliki dana sekitar £1,7 juta. Pencarian bangunan untuk menjadi masjid Indonesia pun makin intens. Ada beberapa bangunan yang diincar, tetapi pembelian gagal dituntaskan karena kalah penawaran.
“Memang tidak mudah dan banyak liku-likunya. Alhamdulillah kami akhirnya bisa mendapatkan masjid yang di Neasden ini,” kata Berry Natalegawa, anggota panitia yang bertanggung untuk mendapatkan properti.
Ia menjelaskan bangunan yang akhirnya dibeli ini sangat ideal.
“Bangunan sudah memiliki izin untuk menjadi pusat kegiatan keagamaan, tidak jauh dari pusat kota, dan mudah dijangkau dengan moda transportasi oleh masyarakat yang tersebar di berbagai penjuru di Kota London ini,” kata Berry.
Pada akhir November 2022, beberapa pengurus yayasan IIC menandatangani dokumen jual beli bangunan senilai £1,44 juta atau sekitar Rp27,2 miliar.
“Masih ada dana sekitar £350.000 yang akan manfaatkan untuk merenovasi, sehingga nantinya terlihat dan terasa seperti masjid yang sebenarnya,” kata Eko Kurniawan.
Ia menambahkan pembelian properti ini bukan akhir dari satu proses panjang.
“Kami ingin, masjid ini bisa bersama-sama dimakmurkan. Kita hidupkan masjid ini dengan dakwah Islam. Kita agungkan asma Allah di dalamnya. Kita ajari anak-anak kita mengaji dan membaca Alquran,” kata Eko.
Memet Hasan Ketua yayasan IIC menginginkan masjid ini menjadi representasi Muslim Indonesia yang teduh, yang moderat di kota kosmopolitan seperti London.
Acara syukuran juga dihadiri oleh Desra Percaya Duta Besar Indonesia untuk Inggris Raya, Republik Irlandia, dan Organisasi Maritim Internasional, yang terlibat penuh dalam proses pendirian masjid sejak menjabat sebagai orang nomor satu perwakilan RI di London.
Dalam sambutannya, Desra memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada IIC, panitia pembangunan masjid, dan seluruh warga Indonesia di Inggris yang bekerja bersama-sama dengan ikhlas dan sabar.
“Pada akhirnya kesabaran ini memberikan hasil yang menggembirakan dengan berdirinya masjid Indonesia pertama di London,” kata Desra.
Ia juga mengingatkan kepada IIC untuk membuat tata kelola yang baik agar masjid ini dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan umat.
Bagi Elvi Ibrahim momen syukuran patut dirayakan karena menandai kerja keras masyarakat Indonesia sejak tahun 1990-an.
“Saat itu, kami dan beberapa warga Indonesia lain memulai penggalangan dana untuk mendirikan masjid Indonesia. Perjalanan yang sungguh panjang. Alhamdulillah sekarang bisa terwujud,” kata Elvi.
Pembenahan langsung dilakukan begitu kunci gedung didapat menyusul serah terima kontrak jual beli pada akhir November.
Yang tampak mencolok tentu saja bangunan bercat putih di ujung Clifford Way, North London, yang kosong selama beberapa tahun terakhir, yang seperti tidak berpenghuni, terlihat jauh lebih semarak.
Lampu terang menyala pada malam hari dan terdengar suara azan dari aula utama.
Jumlah masjid di London bertambah satu pada bulan Desember dan masjid tersebut hasil perjuangan panjang warga Indonesia selama hampir tiga dasawarsa. (faz/ipg)