Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) meminta Tim Khusus Polri untuk tidak menjadikan hasil uji kebohongan (lie detector) tersangka kasus Ferdy Sambo sebagai alat bukti, melainkan hanya untuk pembanding.
“Jangan menjadikan hasil lie detector tersangka sebagai ukuran kebenaran dalam peristiwa kematian Brigadir J meskipun hasilnya dinyatakan jujur,” kata Dr Edi Hasibuan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian (Lemkapi) dalam keterangan tertulis, Kamis (8/9/2022).
Dia mengatakan hasil uji kebohongan juga tidak bisa digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
“Hasil lie detector cuma dipercaya 60 persen kepolisian di dunia. Bagi orang yang biasa bohong, dia tidak akan terpengaruh dengan alat kebohongan apapun,” tegasnya, seperti dikutip dari Antara.
Menurutnya, dalam proses hukum polisi sebetulnya tidak harus mesti mendapatkan pengakuan dari tersangka.
“Tetapi yang paling penting, penyidik memiliki bukti bukti pendukung yang cukup sesuai dengan tuduhan pembunuhan berencana Brigadir J,” kata pemerhati kepolisian ini.
Edi menyarankan agar tim penyidik fokus saja kepada pengumpulan alat bukti yang sah sesuai pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan petunjuk.
“Kami yakin tim penyidik Polri sudah memahami ini,” kata dosen hukum kepolisian dari Universitas Bhayangkara Jakarta ini.
Tim Khusus Mabes Polri melakukan uji kebohongan terhadap para tersangka pembunuhan Brigadir Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di antaranya Richard Eliezer alias Bharada E, Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Ma’ruf, Putri Candrawathi dan saksi Susi.(ant/dfn/ipg)