Kelompok Studi Psikologi Bencana Universitas Surabaya (KSPB Ubaya) yang terdiri dari dosen dan mahasiswa Fakultas Psikologi Ubaya memberikan pendampingan psikologis kepada penyintas tragedi Kanjuruhan. Kegiatan yang berlokasi di Malang ini dilakukan dari 2-6 Oktober 2022 secara home visit.
Listyo Yuwanto, S.Psi., M.Psi., Koordinator KSPB Ubaya mengatakan, home visit dilakukan sebagai bentuk pemberian dukungan sosial secara langsung kepada keluarga yang sedang berduka.
“Datang itu ‘kan sudah bentuk community support. Kami melakukan ini karena didasari semangat tolong menolong sebagai sesama anggota masyarakat. Kami tidak mengambil peran sebagai akademisi, namun sebagai anggota komunitas,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima suarasurabaya.net, Kamis (6/9/2022).
Sebelum melakukan pendampingan, lanjut Listyo, KSPB sudah terlebih dahulu membangun komunikasi dengan keluarga yang akan didampingi.
“Setelah itu, baru ditawarkan bantuan pendampingan. Ada yang didatangi saja sudah cukup. Ada juga yang memiliki keluhan dan langsung direspon untuk mendapat pendampingan psikologis awal,” tambahnya.
Selanjutnya, dilakukan pemetaan kebutuhan psikologis sebagai psychological first aid untuk melihat apakah orang yang didampingi perlu penanganan lebih lanjut. Listyo dan tim memberikan pertanyaan dan alat peraga visual sehingga penyintas dapat mudah menceritakan kondisinya.
Ia menambahkan, pendampingan ini juga berkolaborasi dengan alumni Fakultas Psikologi Ubaya serta lembaga sosial, seperti Komite Olahraga Rekreasi Masyarakat Indonesia (KORMI), Berkat Malang Gema Kasih (BMKG) dan jejaring lainnya.
“Tujuan kerjasama ini agar lembaga-lembaga sosial juga dapat memberikan pendampingan psikologis. Hal ini akan memperkuat peran partisipasi komunitas dalam menghadapi kondisi krisis seperti kasus Kanjuruhan,” imbuh Dosen Fakultas Psikologi Ubaya itu.
KSPB juga melakukan koordinasi layanan psikologis dengan poli psikologi yang ada di klinik dan rumah sakit di Malang. Pendampingan ini disebut Listyo tidak hanya menjadi wujud kepedulian, namun momen bagi KSPB untuk belajar dari kondisi yang dialami oleh para penyintas.
“Sehingga kalau nanti kita mengalami hal yang sama, kita sudah tahu karena dasarnya kita adalah anggota komunitas,” jelasnya. Ia juga menambahkan, peristiwa Kanjuruhan dapat dijadikan riset psikologi yang berkaitan dengan manajemen bencana pariwisata. (gat/ipg)