Kantor Staf Presiden (KSP) menegaskan bahwa pembebasan lahan untuk jalan Trans Papua yang menghubungkan Provinsi Papua dan Papua Barat, tidak akan merampas hak-hak masyarakat adat Papua.
Febry Calvin Tetelepta Deputi I Kepala Staf Kepresidenan mengatakan, pembangunan jalan Trans Papua bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dengan meningkatkan akses serta konektivitas antarwilayah.
“Jadi, kita akan pastikan proses pembebasan lahannya tidak menyalahi hak masyarakat adat, bahkan untuk beberapa permasalahan, KSP mendorong pemberian ‘legal opinion’ oleh kejaksaan,” kata Febry melalui keterangan resmi diterima Antara, Rabu (6/7/2022).
Berdasarkan hasil verifikasi lapangan dan rapat koordinasi bersama Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) Kementerian PUPR di Jayapura, proses pembebasan lahan untuk pembangunan Jalan Trans Papua sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurut Febry, pemerintah memberikan penghargaan terhadap hak ulayat (hak penguasaan yang tertinggi atas tanah dalam hukum adat) masyarakat. Prinsip pembebasan lahan di proyek ini adalah ganti untung, sesuai dengan arahan Joko Widodo Presiden.
Melalui Inpres Nomor 9 Tahun 2020 tentang Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, Joko Widodo Presiden telah menekankan perhatiannya terhadap pembangunan infrastruktur di dua daerah tersebut, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di bumi Cendrawasih.
Jalan Trans Papua sendiri termasuk sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Jalan nasional ini terbentang sepanjang 3.421,34 km dari Kota Sorong (Papua Barat) hingga Merauke (Papua). Jalan ini terbagi atas 2.350,72 km di Provinsi Papua dan 1.070,62 km di Provinsi Papua Barat. (ant/bil/rst)