Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam Laporan Pemantauan dan Penyelidikan Tragedi Kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (1/10/2022) menyebut dalam insiden ini PSSI terbukti melanggar regulasinya sendiri.
Komnas HAM dalam temuannya mengungkapkan ada empat faktor yang membuktikan PSSI melanggar aturan-aturan yang sudah dibuat.
Pertama, inisiasi pembuatan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan penandatangannya antara PSSI dengan Polri, secara substansi bertentangan dengan regulasi PSSI dan FIFA. Misalnya, pelibatan PHH Brimob dan atribut kelengkapannya.
“PSSI sebagai inisiator dan penyusun kerja sama ini tidak menjelaskan aturan-aturan FIFA secara spesifik termasuk soal larangan penggunaan gas air mata, sebagaimana regulasi Pasal 19 aturan FIFA tentang Stadium Safety and Security Regulations,” tulis Komnas HAM dalam keterangan pers di laman Komnas HAM, dikutip Kamis (3/11/2022).
Dalam pembuatan PKS, PSSI menyerahkan pada kepolisian perihal tim mana yang akan diperbantukan dalam pengamanan pertandingan. PSSI dan Polri melibatkan peran Samapta dan Brimob.
Dalam peristiwa Kanjuruhan terdapat fakta masuk dan digunakannya gas air mata oleh Brimob dan Samapta yang merupakan bagian dari Rencana
Pengamanan yang merupakan cerminan adanya PKS antara PSSI dengan Polri. Fakta tersebut merupakan pelanggaran terhadap Pasal 19 b Statuta FIFA yang melarang penggunaan gas air mata dan Pasal 19 ayat 1 huruf b Regulasi Keamanan dan Keselamatan PSSI yang tidak diperbolehkan membawa atau menggunakan senjata api atau senjata pengurai massa, termasuk menggunakan simbol-simbol seperti tameng, helm, tongkat, dan
sebagainya.
Kemudian Komnas HAM juga menemukan bahwa PSSI tidak menetapkan pertandingan Arema FC vs Persebaya tanggal 1 Oktober 2022 sebagai pertandingan high risk (berisiko tinggi ).
Lalu PSSI tidak memperhatikan mekanisme untuk pertandingan berisiko tinggi, karena tidak adanya indikator terkait pertandingan berisiko tinggi.
Terakhir, Komnas HAM turut menyebut petugas keamanan dan keselamatan yang bertugas di Stadion Kanjuruhan Malang tidak memiliki sertifikasi. Selain terkait keterlibatan kepolisian dan TNI, dalam keselamatan dan keamanan terdapat masalah mendasar terkait peran dan tanggung jawab security officer. Security officer berperan minimal dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan pengamanan, dan kendali pengamanan. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan PKS dan ketidakmampuan security officer. Ketidakmampuan security officer ini diakibatkan oleh tidak adanya standardisasi kemampuan melalui lisensi atau akreditasi, yang diuji dan dievaluasi setiap waktu.
H-2 sebelum pertandingan Arema FC vs Persebaya, match commissioner hanya melakukan pengecekan kondisi stadion, tidak melakukan pengecekan rencana pengamanan.
Pada 30 September 2022, technical meeting diselenggarakan, namun security officer hanya menjelaskan mengenai jumlah personil pengamanan. Security officer tidak menjelaskan secara detail terkait penempatan petugas pengamanan, rencana evakuasi, dan mekanisme pengamanan dari pihak TNI/Polri, termasuk tidak ada penjelasan terkait boleh tidaknya Brimob masuk dalam personel pengamanan. Sementara yang mempersiapkan rencana pengamanan adalah pihak kepolisian.(dfn/rst)