Jumat, 22 November 2024

Kisah Wisudawan Peraih Cum Laude di Unusa

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Kampus Unusa. Foto: Humas Unusa

Tiga dari enam wisudawan non-muslim dari Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) meraih predikat cum laude (lulus dengan pujian) yakni Ida Ayu Kade Mahadewi (Hindu), Theresia Elzaliana (Kristen), dan Yumita Efendi (Katolik).

Ida Ayu Kade Mahadewi merupakan salah satu mahasiswa Pendidikan Guru-Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) yang akan dikukuhkan sebagai sarjana predikat cum laude.

Dalam keterangan tertulis yang diterima suarasurabaya.net, perempuan kelahiran 24 Januari 1983 ini mengungkapkan, saat pertama kali ia masuk Unusa, ada rasa tidak percaya diri karena dirinya berstatus non-muslim, tetapi setelah beberapa bulan mengikuti perkuliahan dan sudah bisa beradaptasi, ternyata teman, dosen, dan tenaga kependidikan memiliki jiwa toleransi yang sangat tinggi.

“Tantangan yang spesial yakni, pada saat mendapatkan tugas dari dosen untuk membuat video menyanyikan lagu anak-anak menggunakan Bahasa Arab dan saya harus bisa. Hal ini menjadi tantangan bagi saya dalam belajar lagu anak-anak berbahasa Arab seperti contoh di youtube,” ungkapnya.

Ida Ayu menambahkan, dirinya terkesan selama menjalani pendidikan di PG-PAUD Unusa, terlebih ketika pada saat dirinya melaksanakan KKN di Pondok Pesantren.

“Saya juga ucapkan terima kasih kepada Ponpes tempat saya KKN, sehingga bisa melaksanakan sampai selesai yang notabene saya non-muslim,” ungkap perempuan dengan IPK 3.77 ini.

Sementara itu, Theresia Elzaliana, wisudawan dari kelas rekognisi pembelajaran lampau (RPL) Prodi S1 Gizi mengungkapkan bahwa ia merasa nyaman selama menempuh pendidikan di Unusa.

Meskipun perguruan tinggi Islam, namun dirinya tidak diwajibkan menggunakan jilbab saat perkuliahan, karena tidak ada perbedaan dalam pengajaran. Bahkan dirinya merasa diperhatikan oleh teman-teman lainnya.

“Jadi mereka lebih merangkul saya yang minoritas di perguruan tinggi ini,” ungkapnya.

Wanita kelahiran Medan, 17 Juni 1993 ini mengaku, selama belajar di Unusa dirinya dibebaskan untuk tidak mengikuti perkuliahan agama Islam. “Jadi saya boleh untuk tidak mengambil pelajaran tersebut,” ungkapnya yang saat ini berkerja di RSUD dr Soetomo Surabaya.

Theresia mengaku awalnya sempat ragu saat akan menjalani kelas RPL di Unusa. Keraguan ini ditambah teman dekat saya sempat ragu jika lingkungan di Unusa bisa menerima saya yang beragama Kristen. Namun saat perkuliahan, teman serta dosen di Unusa sangat menerima kami yang beragama Kristen.

“Ternyata lingkungan di Unusa menerima saya dengan baik, dan membuat saya nyaman untuk menjalani kuliah dengan tetap berpegang pada agama saya,” terangnya.

Selain itu, Yumita Efendi mahasiswa non-muslim yang diwisuda sebagai sarjana keperawatan mengungkapkan, jika kuliah di Unusa banyak cerita suka dibandingkan dukanya.

“Suka karena saya banyak mendapatkan pengalaman baru, pelajaran baru, dan teman baru. Pengalaman dan pelajaran baru yang saya dapatkan menunjang bidang pekerjaan saya sekarang, dan akan berguna bagi saya di masa yang akan datang. Selain itu, mendapatkan teman-teman baru membuat saya mengerti banyak hal baru,” ungkap perempuan dengan IPK 3,51 ini.

Perempuan kelahiran Lampung Tengah, 9 Oktober 1978 ini menceritakan, hal yang paling berkesan ketika menjalani studi adalah tidak adanya perbedaan dalam memberikan pembelajaran kepada seluruh mahasiswa muslim dan non-muslim. Semua pembelajaran yang diberikan dosen-dosen secara adil dan merata kepada semua mahasiswa.

“Di sini saya belajar banyak hal, dan tidak ada diskriminasi ras maupun agama. Tantangan bagi saya dalam menjalani studi yaitu, membagi waktu antara kewajiban dalam pekerjaan dengan kewajiban dalam studi. Puji Tuhan saya dapat melewati semuanya dengan baik atas dukungan seluruh dosen, teman sejawat, dan keluarga,” ungkap perempuan yang beragama Katolik tersebut. (des/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs