Kesuksesan bukanlah hal yang mudah untuk diraih. Melekat dengan sebuah perjuangan dan pengorbanan, sekalipun di tengah keterbatasan.
Laila, gadis 18 tahun yang menjadi yatim piatu setelah kedua orangtuanya meninggal. Ayahnya meninggal ketika ia TK, ibunya menyusul saat Laila SMP. Sehari-hari, Laila tinggal bersama nenek dan kakeknya yang sudah berusia sekitar 60 tahun.
Ia hidup dengan keterbatasan ekonomi. Kakeknya penjual es batu balok, dan neneknya pedagang roti bakar. Bahkan usai ibunya meninggal, ia juga bekerja menjaga tempat sewa mainan setiap sore sampai malam sepulang sekolah.
Laila yang mengenang masa sekolahnya di SMK swasta mengaku selalu kebingungan setiap waktu ujian tiba. Ia bingung membayar biaya SPP sebesar Rp50 ribu, dari awalnya Rp165 ribu. Setiap waktu itu tiba, ia harus memohon kartu keringanan mengikuti ujian dengan syarat pelunasan SPP secara dicicil.
Ketika ujian kelas 2 SMK, ia tidak lagi bisa meminta kartu keringanan. Kondisi ekonominya susah. Ia tidak tega melihat neneknya yang terlilit utang karena selama ini mengusahakan biaya hidup termasuk sekolah Laila. Hasil pendapatan es balok kakeknya dan roti neneknya pun tidak cukup untuk makan sehari-hari. Laila akhirnya memutuskan untuk tidak masuk sekolah.
“Pingin banget sekolah tapi waktu itu aku benar-benar nggak ada uang untuk minta kartu keringanan, karena yang dibuat nyicil nggak ada. Ulangannya juga pakai HP, sedangkan punyaku pinjam saudara dan nggak memadai, sering mati,” kata Laila kepada suarasurabaya.net, Selasa (14/6/2022).
Hingga akhirnya ia dipertemukan dengan salah satu anggota Yayasan Geng Gerakan Mengajak Sedekah (Gemes) yang kemudian membantu pembiayaan semua tunggakan sekolah Laila.
Kini Laila sudah lulus dan berniat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Meski masih dengan keterbatasan, tapi ia bertekad mengangkat derajat keluarganya yang selama ini belum pernah memperoleh gelar sarjana.
Sambil menunggu informasi bantuan masuk kuliah yang ditawarkan Yayasan Geng Gemes kepadanya, Laila menggantikan jualan roti bakar milik neneknya. Hasil jualan itu ia tabung untuk membantu melunasi utang neneknya. Meski Laila mengaku tidak tahu kapan jumlahnya akan mencukupi, tapi ia enggan putus asa.
“Nenek jual sate sekarang, jadi aku yang jual roti bakar mulai jam 4 sore sampai jam 11 malam. Uangnya ditabung karena pengen bantuin nenek ngelunasin utang, udah banyak banget. Kalau kuliah, ditawarin dibantu masuk, tapi ya aku tahu nanti pasti ada fotokopi dan lain-lain jadi tabungan ini nanti dipakai buat itu juga,” kata Laila lagi.
Berbeda dengan Laila, Samsul masih memiliki kedua orang tua yang tinggal bersamanya. Tetapi kondisi ekonomi keluarganya juga kekurangan. Terlebih ketika ia harus menghadapi ujian tersandung kasus hukum dan menjalani pidana 1 tahun 2 bulan.
Kekecewaan orangtuanya menjadikannya ingin berubah menjadi lebih baik. Karena pengaruh pergaulan, Samsul harus dibui. Setelah terbebas, Samsul langsung daftar sekolah SMK. Tapi karena keterbatasan ekonomi, ia tidak mampu membayar SPP hingga semester pertama dan memutuskan keluar.
Setelah dipertemukan dengan Yayasan Geng Gemes, ia bisa kembali sekolah tanpa memikirkan biaya. Meski sebelumnya sangat bersikeras tidak ingin sekolah dan berhenti selama 3 tahun. Selama masa pandemi, kelas yang berlangsung secara online itu ia manfaatkan untuk bekerja sebagai kuli bangunan.
Kini setelah berhasil lulus dan mendapat ijazah, Samsul tersadar bahwa itu sangat bermanfaat untuk modal mencari pekerjaan. Ia ingin bekerja dan mencari rezeki halal untuk menghidupi istri yang sudah dinikahinya sekitar tiga tahun lalu.
“Sudah ga mau kembali ke perbuatan yang dulu. Alhamdulillah sekarang punya ijazah bisa dipakai cari kerja. Mau kerja yang benar dan halal,” ujar Samsul saat ditemui suarasurabaya.net di acara Malam Tasyakuran Kelulusan Akademi Gemes 2022 yang diadakan oleh Yayasan Geng Gemes, Minggu (12/6/2022).
Sesuai misinya, Hadi Prayitno Ketua Yayasan Geng Gemes kepada suarasurabaya.net mengatakan bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk pendidikan.
“Kami cuma berpegangan dengan kalimat ‘Orang suci pasti punya masa lalu, maka orang buruk pasti juga punya masa depan’. Saya yakin kok anak-anak ini punya kemauan berubah,” kata Hadi. (lta/dfn/ipg)