Mohammad Syahril Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan, penyakit gagal ginjal akut yang banyak menyerang anak-anak tidak ada kaitannya dengan vaksinasi atau infeksi Covid-19.
Untuk memastikan penyebabnya, kata Syahril, Kemenkes masih berupaya mengusut penyebab penyakit tersebut bersama para ahli epidemiologi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Pusat Laboratorium Forensik Polri.
Penyelidikan epidemologi dilakukan lewat pengawasan dan pemeriksaan untuk mengetahui infeksi penyebab gagal ginjal akut pada anak. Pemeriksaan mencakup tes swab tenggorokan, swab anus, pemeriksaan darah dan kemungkinan intoksifikasi.
Seiring dengan penyelidikan epidemologi, Tim Kemenkes juga mendata berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi mau pun penyakit yang pernah diderita pasien dalam 10 hari sebelum sakit atau masuk RS.
Nantinya, informasi yang didapat dari penyelidikan itu akan dianalisa, untuk menentukan penanganan selanjutnya.
“Saat ini, Kemenkes bersama tim tengah melakukan penyelidikan epidemologi kepada masyarakat. Tim akan menanyakan berbagai jenis obat-obatan yang dikonsumsi mau pun penyakit yang pernah diderita 10 hari sebelum masuk RS,” ujarnya di Jakarta, Rabu (19/10/2022).
Sambil menunggu hasil investigasi lanjutan, Kemenkes menginstruksikan fasilitas pelayanan kesehatan meningkatkan kewaspadaan, dan aktif melaporkan setiap kasus dengan gejala gagal ginjal akut pada anak.
“Sebagai bentuk kewaspadaan dini, Kemenkes meminta masyarakat terutama orang tua yang punya anak usia 0-18 tahun aktif melakukan pemantauan umum dan gejala yang mengarah kepada gagal ginjal akut. Antara lain, penurunan volume urine yang dikeluarkan, demam selama 14 hari, gejala infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), dan gejala infeksi saluran cerna,” kata Syahril.
Belajar dari kasus yang terjadi di Gambia negara Afrika bagian Barat, Kemenkes mengingatkan masyarakat konsumsi obat sesuai resep dokter, dan informasi yang tertera di kemasan obat. (rid/bil/ipg)