Ulah Saiful Arif (44), warga Kabupaten Gresik, Jawa Timur, yang memancing kegaduhan publik lantaran konten videonya menikah dengan kambing viral di YouTube memicu keprihatinan banyak pihak. Salah satunya Prof. Abu Rokhmad Staf Ahli Menteri Agama (Menag) yang menilai tindakan Saiful tergolong sangat kelewat batas, karena menggunakan pernikahan yang merupakan bagian dari ajaran agama Islam sebagai bahan lelucon.
“Bagi para YouTuber, kreatif memang wajib dan harus, tetapi jangan menabrak aturan hukum dan syariat Islam. Jangan menjadikan ajaran agama sebagai bahan lelucon karena konsekuensinya sangat berat, baik di mata manusia lebih-lebih di hadapan Allah Swt,” ujar Prof Abu di Jakarta, Sabtu (11/6/2022) dikutip dari kemenag.go.id.
Prof Abu menjelaskan, perkawinan dalam Islam sudah jelas diatur secara rinci di Al-Qur’an dan Hadis. Hakikat perkawinan, tujuan perkawinan, hukum perkawinan, siapa yang boleh dinikahi dan yang tidak boleh dinikahi juga telah jelas tertuang di sumber utama hukum Islam tersebut.
Dalam syariat Islam, lanjut dia, pernikahan hanya dapat dilakukan antara sesama manusia, yakni antara laki-laki dan perempuan. Ulama juga sudah bulat menyatakan bahwa perkawinan manusia dengan seekor hewan hukumnya haram secara mutlak, dan pelakunya dipastikan berdosa karena telah menyimpang dari hukum Islam.
Lantas apakah seorang muslim yang mengawini seekor hewan otomatis keluar dari Islam? Menurut Prof Abu, jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari niat dan motif pelakunya.
“Ya, bisa jadi murtad atau keluar dari Islam jika pelakunya pada saat menikahi seekor hewan tersebut memang berniat keluar dari Islam,” ungkapnya.
Menurut dia, jika perkawinan dengan hewan didasari karena ketidaktahunan tentang hukum pernikahan Islam, maka pelakunya tergolong berdosa dan wajib bertaubat kepada Allah. Pelaku juga wajib segera menghentikan perkawinan tersebut.
“Pelaku tetap muslim, tetapi kategorinya muslim yang telah berbuat dosa kepada-Nya (fasiq),” terang guru besar sosiologi hukum UIN Walisongo Semarang tersebut.
Apabila motif atau niatnya (secara sengaja) untuk konten YouTube dan ia mendapatkan uang dari konten tersebut, lanjut dia, maka dosa pelaku lebih besar. Sebab, secara sengaja yang bersangkutan telah merusak keagungan dan kesakralan perkawinan untuk lelucon semata, yang sudah diatur secara lengkap oleh syariat Islam.
“Ia jelas berdosa tetapi tetap muslim. Ia wajib bertobat kepada Allah Swt. Jadi, jangan pernah jadikan ajaran agama sebagai bahan lelucon karena, minimal, pemeluk agama tersebut pasti akan tersinggung akibat perbuatan tidak bijak tersebut,” tegasnya.
Dikatakan Prof Abu, uang yang dihasilkan akibat perbuatan tersebut dapat dikategori sebagai rezeki yang tidak halal mengingat cara menghasilkanya dari usaha yang bertentangan dengan syariat Islam. Dia mengimbau kepada umat Islam untuk berhati-hati dalam berucap dan bertindak, lebih-lebih berkaitan agama dan ajaran agama karena dapat berkonsekuensi dengan akidah atau keyakinan kita.(bil/dfn)