Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur menunjukkan, terjadi peningkatan kasus demam berdarah dengue (DBD) mencapai hampir 100 persen. Dari 668 kasus pada Januari 2021 menjadi 1.220 kasus selama periode 1 Januari-27 Januari 2022.
“Peningkatannya sudah mendekati 100 persen. Sehingga mulai sekarang kita harus berbagi perhatian. Bukan cuma Covid-19 tapi juga kemungkinan DBD,” kata Dr Erwin Astha Triyono Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim, Kamis (27/1/2022).
Berbagi perhatian itu, dia contohkan, baik tenaga medis maupun masyarakat bila menemukan adanya gejala demam pada seseorang, mulai sekarang harus mulai mempertimbangkan kemungkinan gejala infeksi DBD pada orang tersebut.
“Karena manifestasi DBD itu lebih banyak demam. Jadi jangan hanya memikirkan kemungkinan Covid-19. Tapi juga pertimbangkan kemungkinan demam berdarah. Sehingga masyarakat maupun tenaga medis sudah mulai boleh mencurigai kalau ada gejala demam,” ujarnya.
Untuk menegakkan diagnosis, demam berdarah tidak hanya memerlukan pemeriksaan klinis, tapi juga perlu pemeriksaan darah lengkap secara laboratoris untuk mengetahui seberapa banyak trombosit di dalam tubuh.
“Sehingga begitu ada potensi demam, lebih baik sekarang kita mulai curiga soal kemungkinan Covid-19, juga kemungkinan demam berdarah. Harus cepat dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium dan dimonitor di rumah sakit,” ujarnya.
Berbagi kewaspadaan itu penting dilakukan, karena berdasarkan data Dinkes Jatim, dari total 1.220 pasien selama periode 1-27 Januari ini ada sebanyak 21 orang pasien yang meninggal atau setara 1,7 persen.
Rasio kematian akibat DBD pada 1-27 Januari 2022 ini lebih tinggi dari angka kematian DPD sepanjang Januari 2021 yang hanya lima orang. Bahkan lebih tinggi dari rasio kematian sepanjang 2021 yang hanya 1,1 persen, atau 71 orang dari total 6.417 pasien DBD.
Kabupaten terbanyak dengan tiga orang pasien DPD meninggal pada 2022 ini ada di Kabupaten Pamekasan. Di Bojonegoro, daerah tertinggi kasus DBD saat ini, ada dua orang meninggal. Selain itu, di Nganjuk ada dua orang meninggal karena DBD.
Adapun sebaran penderita DBD pada 2022 ini, daerah terbanyak ada di Bojonegoro dengan 112 pasien terinfeksi DBD. Diikuti Nganjuk sebanyak 82 orang, 73 orang di Kabupaten Malang, di Ponorogo sebanyak 64 orang, dan sebanyak 61 orang di Tuban.
Dokter Erwin Kadinkes Jatim mengatakan, peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan itu bisa jadi karena perhatian atau fokus masyarakat, juga tenaga kesehatan di kabupaten/kota, terlalu fokus pada Covid-19 varian Omicron.
“Jadi harus menjadi satu tim, antara dinkes, puskesmas, dengan masyarakat. Karena kunci menangani DBD ini dengan menerapkan 3M dengan baik. Menguras bak-bak mandi tempat tumbuhnya jentik nyamuk. Menutup lubang atau bak yang jarang dikuras (bisa tergenang air). Mengubur atau mendaur ulang barang-barang bekas,” ujarnya.
Dinkes Jatim pun, kata Erwin, sudah mulai memaksimalkan foging, khususnya di area-area yang terdapat pasien DBD. Tujuannya untuk membunuh nyamuk dewasa supaya tidak menularkan kepada orang lain.
“Sisanya kami menggerakkan masyarakat melalui kader Jumantik soal penggunaan larvasida atau abate. Tujuannya untuk mematikan jentik-jentik yang berkembang biak di bak-bak kamar mandi masyarakat,” ujarnya
Prinsipnya, kata Erwin, informasi yang dia sampaikan melalui konferensi pers tentang DBD ini bertujuan untuk mendorong semua pihak di Jawa Timur, terutama masyarakat, agar tetap waspada.
“Kami akan tetap monitor terus perkembangan dari hari ke hari laporan dari kabupaten/kota. Tapi yang menjadi kunci, bagaimana mendisiplinkan 3M itu tadi untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti pembawa virus dengue,” ujarnya.(den/ipg)