Kurangnya perhatian kepada anak, disinyalir jadi salah satu faktor pemicu maraknya fenomena kelompok remaja perusuh di Kota Surabaya beberapa waktu terakhir.
AKBP Herlina Kasat Binmas Polrestabes Surabaya kepada Radio Suara Surabaya mengatakan, Kota Pahlawan saat ini lebih tepat dikatakan darurat perhatian orang tua kepada anak daripada darurat gangster atau perusuh tersebut.
“Kami mencermati atas beberapa kejadian terakhir, remaja yang diamankan Polrestabes Surabaya ini butuh perhatian dan pengarahan ke kegiatan yang lebih bagus,” kata Herlina dalam program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (9/12/2022) pagi.
Menurutnya, pengakuan dari orang tua remaja yang diamankan saat razia gabungan tiga pilar, Sabtu (4/12/2022) pekan lalu, cenderung adanya pembiaran saat anak keluar rumah diatas jam sembilan malam.
“Dari pemetaan yang ada, 16 dari 23 orang yang kediamannya di Surabaya kawasan pesisir, saat kami introgasi orang tuanya justru bilang kalau hal seperti itu memang sudah biasa dari dulu. Nah ini harusnya jangan begitu, jangan disamakan tradisi masa kecil kita dengan anak-anak itu,” ujarnya.
Herlina mengungkapkan pendampingan dan pengawasan kepada anak harus terus dilakukan, mengingat saat mereka juga mudah mengakses informasi lewat gadget.
Dia mencontohkan, beberapa remaja yang diamankan mengaku mendapatkan ajakan lewat media sosial untuk aksi jaga Surabaya. Namun, disalahartikan sehingga terjadi tawuran.
“Seperti kemarin, ada informasi (Pemkot Surabaya) menggelar apel di balai kota untuk razia lawan gangster. Itu sebenarnya hanya informasi, tapi mereka salah menerjemahkan sehingga jadi konvoi dan bawa yang tidak perlu. Kemudian justru ikut diamankan juga saat razia,” ungkap Kasat Binmas.
Herlina mengungkapkan, tidak semua remaja yang diamankan berstatus pelajar dan putus sekolah. Bahkan, ada yang berusia 21 tahun keatas dan sudah bekerja.
“Ya memang (separuhnya pelajar) ada yang SMP, usia SMA tapi putus sekolah. Bahkan ada yang bekerja tapi itu pun statusnya serabutan,” terangnya.
Untuk itu kedepannya, kata Herlina, para remaja tersebut dilakukan pembinaan dan pendampingan tiga pilar di tingkat kelurahan, yakni dari Bhabinsa dan Bhabinkamtibmas, serta kepala kelurahan.
Begitu juga dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPA3) yang turut dihadirkan dalam pendampingan tersebut.
“Kemarin waktu kita panggil kembali adik-adik itu, DPA3 juga bawa psikolog untuk wawancara mereka, dan mengarahkan minat bakat mereka apa saja,” jelasnya.
Kepolisian juga telah mengidentifikasi serta memetakan sekolah mana saja yang rawan potensi tawuran, untuk dilakukan sosialisasi baik melalui apel maupun kunjungan sosialisasi biasa.
Sementara itu, hadir dalam kesempatan yang sama Yusuf Masruh Kepala Dinas Pendidikan (Kadispendik) Kota Surabaya, mengatakan penanganan terhadap para remaja perusuh agar tidak sampai mematikan karakter dan potensi mereka.
Di sektor pendidikan, penanganan dan pencegahan dilakukan dengan dua cara yakni internal dan eksternal. Contoh penanganan internal yakni lebih memaksimalkan metode pembentukan karakter di sekolah yang sudah lebih dulu dilakukan Pemkot Surabaya.
“Jadi kita maksimalkan disitu. Tidak hanya akademik dan wawasan kebangsaan, tapi diberi kegiatan lain seperti kesenian, pendidikan karakter, difokuskan kesitu semuanya,” jelasnya.
Sementara untuk eksternal, seperti Satpol PP mengingatkan dan mengarahkan para remaja yang berkerumun pada malam hari untuk pulang ke rumah masing-masing. Dia juga menegaskan bahwa hal tersebut bukan masuk aturan jam malam.
“Jadi jam malam itu belum ada, bentuknya hanya imbauan saja agar aktivitas para remaja usia pelajar diluar rumah ini tidak sampai malam hari,” jelasnya. (bil/ipg)