Petugas Karantina Pertanian Surabaya menggagalkan masuknya ratusan satwa yang terdiri dari 264 ekor burung berbagai jenis dan 1 ekor walabi asal Papua tanpa dokumen ke Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
“Kami sebelumnya sudah mendapatkan informasi mengenai kapal dari Timika yang membawa sejumlah burung tanpa dokumen. Kabarnya kapal itu sandar di Tanjung Perak dini hari,” ujar Tetty Maria selaku Penanggung Jawab Karantina Hewan, Wilayah Kerja Tanjung Perak, Kamis (17/2/2022).
Ratusan satwa tersebut ditemukan di dalam kamar mandi Kapal Tanto yang berlayar dari Pelabuhan Timika tujuan Surabaya. Terdapat dua jenis burung yang dilindungi yang berhasil diamankan yakni nuri kelam dan nuri kepala hitam. Keseluruhan satwa yang ditemukan tidak dilengkapi dengan dokumen persyaratan karantina yang telah ditetapkan.
“Burung-burung yang ditangkap bersama tim gabungan terdiri dari 100 ekor nuri kelam, 27 ekor pipit merah papua, 1 ekor pitohui, 21 ekor jagal papua, 55 ekor emprit merah, 1 ekor kepodang, 55 ekor emprit, 1 ekor bayan hijau, 3 ekor nuri kepala hitam dan seekor walabi. Total satwa yang berhasil digagalkan adalah 265 ekor,” katanya seperti yang dilansir Antara.
Sementara itu, Cicik Sri Sukarsih selaku Kepala Karantina Pertanian Surabaya mengatakan bahwa penggagalan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil koordinasi Karantina Pertanian Surabaya Wilayah Kerja Pelabuhan Tanjung Perak dengan instansi terkait.
Ia menjelaskan bahwa selama tahun 2021 Karantina Pertanian Surabaya telah menggagalkan 33 kasus pemasukan burung ilegal dengan total burung sebanyak 13.000 ekor. Hingga hari ini di tahun 2022 ini, penanganan kasus sebanyak 6 kali dengan total burung 4.800 ekor.
Pelaku dapat dijerat Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya berupa hukuman pidana 5 tahun. Selain itu, pelaku juga bisa dijerat Pasal 88 huruf (a) dan huruf (c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan tumbuhan dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
“Selanjutnya burung-burung tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah satwa tersebut bebas terhadap penyakit dan kemudian akan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur untuk dilepasliarkan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Cicik.
Cicik pun mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan satwa liar. Ia juga serius akan mengusut tuntas setiap perbuatan penyelundupan satwa.
“Saya apresiasi kepada pejabat karantina dan semua instansi terkait yang telah membantu keberhasilan penggagalan penyelundupan ini. Saya berharap masyarakat semakin sadar untuk lapor karantina,” katanya.(ant/tin/ipg)