Di era perkembangan teknologi, hampir semua aktivitas manusia bergantung pada gadget, tidak terkecuali anak-anak. Menangkap fenomena yang tidak berimbang antara perkembangan teknologi dan tumbuh kembang anak, Achmad Irfandi pemuda asal Wonoayu Sidoarjo mendirikan Yayasan Kampung Lali Gadget.
Tujuannya untuk melestarikan ragam permainan tradisional anak supaya tidak punah. Irfan mendirikan Yayasan Kampung Lali Gadget (KLG) di depan rumahnya pada Agustus 2018.
Langkahnya itu diawali dengan keresahan sederhana yang terus-menerus dirasakan. Era digital yang membawa banyak dampak positif kehidupan, tapi di sisi lain, anak-anak juga harus menjadi korban.
Jangankan bermain, mengenal permainan tradisional saja sudah sangat jarang. Lebih sering, Irfan menyaksikan, anak-anak kecil menghabiskan waktu di warung kopi untuk sekedar berburu wifi.
“Saya dibantu teman saya Mas Miko. Kita undang komunitas-komunitas, kawan-kawan yang bergelut di dunia literasi dan sebagainya. Konsepnya sederhana sih, digital detoks. Yaitu mendetoksifikasi pengaruh internet itu. Karena selain positif, ternyata HP juga ada dampak negatif, adanya internet, sosial media, dan game online,” kata Irfan Ketua Yayasan KLG, saat ditemui suarasurabaya.net di Pendopo Yayasan KLG, Minggu (24/7/2022).
Yayasan KLG, di wilayah Pagerngumbuk, Wonoayu, Sidoarjo itu dipenuhi beragam alat permainan tradisional yang lekat sekali dengan anak-anak. Kata Irfan, beragam permainan tradisional yang dipajang itu sebagai penyeimbang permainan moderen (gadget).
“Saya ingin lebih memberi kesempatan anak-anak bermain dan punya pilihan permainan. Mereka kecanduan main game itu karena tidak punya pengetahuan soal permainan, tidak ada yang ngajak, dan kurangnya pilihan permainan,” imbuhnya.
Awal perjuangan Irfan mendirikan Yayasan KLG terbilang sulit, dia harus bersurat ke sekolah-sekolah terdekat agar mau mengirimkan perwakilan muridnya untuk datang ke yayasan dengan bangunan semi terbuka yang dikelilingi sawah dan kebun serta identik dengan perkampungan yang cukup jauh dengan jalan raya utama.
Tidak berhenti di situ, Irfan juga harus memutar otaknya untuk mencari biaya dalam mendirikan Yayasan KLG. Dia bertujuan untuk mewadahi dan memfasilitasi aktivitas pendidikan bermain secara gratis bagi anak-anak.
“Dulu dua bulan sekali buat acara mengundang anak-anak untuk bermain di kebun, di sini (pendopo), sawah, dan lain-lainnya. Kita menunjukkan upaya-upaya untuk mengimbangi gadget. Sampai akhirnya rutin ada agenda setiap minggu diikuti sekitar 30 an anak terbuka bagi umum,” paparnya.
Anak-anak yang datang akan diajak bermain secara tematik dan berbeda-beda setiap akhir pekan. Tentu dengan permainan berbahan alam. Selain itu anak-anak bisa mencoba permainan tradisional yang disediakan di pendopo yayasan itu seperti egrang, klompen tali, klompen panjang, gasing, yoyo, dan sebagainya.
“Namanya beasiswa bermain karena gratis. Misal minggu ini bermain dengan daun, minggu depannya batang, batu, air, udara angin, kerikil, biji-bijian, buah-buahan, tangkap lele, main lumpur, main sawah, dan seterusnya,” kata Irfan.
Hampir 4 tahun berjalan, Irfan mengaku, perkembangan Yayasan KLG bahkan di luar ekspektasinya. Semakin banyak anak-anak yang tertarik untuk menghabiskan waktu akhir pekan di tempatnya, termasuk beberapa sekolah yang ingin bekerjasama untuk pembelajaran siswa. Bahkan aktris Luna Maya turut berkunjung dan bermain bersama anak-anak di Yayasan KLG Februari 2022 lalu.
Kerja keras Irfan akhirnya membuahkan hasil, Yayasan KLG beberapa kali meraih penghargaan. Seperti Pemuda Pelopor Bidang Pendidikan Nomor 1 di Jawa Timur tahun 2020 oleh Pemprov Jatim, SATU (Semangat Astra Terpadu Untuk) Indonesia Awards 2021 Astra, serta lolos Pendanaan Program Proyek Sosial Pertamina Foundation.
“Astra itu dari 13.148 pendaftar, 11 yang dipilih, KLG salah satunya. Pertamina yang daftar ada 2.300 proposal dipilih hanya 21, kita salah satunya,” imbuhnya.
Menurutnya, keberadaan KLG ini sangat penting bagi anak-anak. Terlebih, kini, dia sedang menyoroti anak-anak usia dini, yang mana merupakan golden age dan harus digunakan sebaik mungkin untuk mendidik.
Ke depan, dia berencana membuat lembaga pendidikan non formal bebasis kampung, permainan tradisional. Tapi untuk mencapai itu, Irfan mengaku masih sedang mempersiapkan personel. Sementara kini, baru ada sekitar 10 orang terdiri dari pengurus Yayasan KLG serta warga sekitar.
“Sekolah alam kan di mana-mana terkenal mahal. Saya ingin buat sekolah alam rakyat yang murah. Tapi SDM kita masih minim sekali. Kita perlu menambah itu,” pungkasnya.
Dia berharap dengan ini bisa menolong pertumbuhan dan perkembangan anak-anak menjadi generasi penerus yang tidak lupa budaya, sadar akan sopan santun, dan berbudi pekerti.(lta/wld/iss)