Survei Global Traffic Scorecard pada tahun 2021 yang dirilis Inrix, perusahaan analisis data lalu lintas yang bermarkas di Inggris, menunjukkan Kota Surabaya smenduduki peringkat pertama menyandang kota termacet di Indonesia.
Dari data yang diterima suarasurabaya.net, Rabu (12/1/2022), Kota Surabaya menduduki peringkat 1 di Indonesia dan peringkat 41 kota termacet di dunia dengan catatan waktu yang hilang karena kemacetan (hours lost in congestion) selama 62 jam.
Baca juga: Surabaya Peringkat Pertama Kota Termacet se-Indonesia
Data tersebut memiliki selisih yang sangat jauh dibanding kota-kota besar lain di Indonesia seperti Jakarta (28 jam), Denpasar (31 jam), Malang (29 jam) dan Bogor (7 jam).
Saat dihubungi Radio Suara Surabaya terkait hal survei tersebut, Tunjung Iswandaru Kepala Dinas Perhubungan Pemkot Surabaya mempertanyakan hasil survei tersebut.
“Kalau kita lihat sekarang, logika saja, disampaikan (Kota Surabaya) kota termacet nomor satu di Indonesia. Padahal masyarakat bisa menilai sendiri, mana yang lebih macet? Surabaya atau kota lain?” kata Tunjung.
Ia menjabarkan hasil survei Global Traffic Scorecard masih ‘bisa diterima’ jika per tahun, masyarakat Surabaya kehilangan 62 jam per tahun karena kemacetan. Karena jika 62 jam dibagi 365 hari, maka hasilnya 10 menit per hari.
Sedangkan peak hours (jam sibuk) di Surabaya ada dua waktu, yakni pada pagi hari saat masyarakat berangkat bekerja, dan sore hari saat waktu pulang kerja. Maka berdasarkan data tersebut, warga Surabaya kehilangan 5 menit waktu karena kemacetan di setiap peak hours.
Hanya saja, ia mempertanyakan data tersebut jika dibandingkan dengan kota lain, maka Surabaya menjadi kota paling macet di Indonesia.
“Kalau 62 jam per tahun, dibagi (365 hari dan dua peak hours) menjadi 5 menit. Itu masuk akal. Tapi komparasi dengan kota lainnya yang saya belum yakin. Apalagi Jakarta itu bukan kota, tapi provinsi,” papar Tunjung.
“Kalau pembandingnya dengan Jakarta, ya masih unggul kita. Bukannya gimana-gimana, tapi memang kemacetan lalu lintas, journey time, orang bepergian untuk jarak kilometer yang sama, tentu lebih cepat di Surabaya,” tegasnya.
Hasil survei yang disampaikan Global Traffic Scorecard adalah pada tahun 2021, membuka kemungkinan bahwa Jakarta tidak macet karena masa work from home (WFH) yang mengurangi mobilisasi orang.
Menanggapi ini, Tunjung juga menyangkal karena saat PPKM, lalu lintas di Surabaya juga cukup lengang dibanding sebelum pandemi Covid-19.
“Kalau soal traffic Surabaya juga cukup low. Meski di Jakarta tingkat orang WFH tinggi, saya rasa di Surabaya pandemi lalu juga berpengaruh,” kata Tunjung.
Meski meragukan hasil survei tersebut, Tunjung mengaku akan mengkaji data tersebut bersama forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) dan berkoordinasi dengan sesama stakeholder di bidang lalu lintas.
“Kami akan mengkaji kembali hasil survei ini dan akan berkoordinasi dengan sesama stakeholder. Karena di Jakarta sudah ada public transport, di Surabaya ada tapi belum optimal,” tutupnya.(tin/rst)