Provinsi Jawa Timur di sepanjang tahun 2022 telah dilanda 211 bencana secara perhitungan sejak Januari hingga November, berdasarkan data yang tercatat oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur.
Gatot Soebroto Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPDB Jatim, menjelaskan jika jumlah itu justru mengalami penurunan dari bencana yang terjadi 2021, yaitu sebanyak 310 kejadian.
“Secara kumulatif, dari 211 bencana yang terjadi di Jatim pada 2022 ini menurun daripada tahun 2021 sebanyak 310 kejadian bencana,” ujar Gatot Soebroto, Selasa (20/10/2022).
Selain itu, BPBD Jatim juga mencatat ada tiga daerah paling banyak mengalami bencana tahun ini. Antara lain Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan dan Sidoarjo.
Kata Gatot, yang terbanyak adalah Kabupaten Malang sebanyak 22 kejadian, lalu 21 kejadian di Kabupaten Pasuruan, dan 19 kejadian bencana di Sidoarjo.
“Tiga daerah itu tiga besar paling sering terjadi bencana tahun ini,” ujarnya.
Gatot merinci dari 211 bencana itu yang paling sering adalah bencana banjir yaitu 107 kejadian, lalu angin kencang 78 kejadian, bencana tanah longsor delapan kejadian, banjir bandang dan angin puting beliung masing-masing empat kejadian, dan bencana lainnya seperti gempa bumi, gerakan tanah, banjir rob, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla) ada 10 kejadian.
“Dari 107 kejadian bencana banjir itu, ada sebanyak 11 orang meninggal dunia, 32 orang dilaporkan luka-luka, 3.554 rumah rusak dan warga terdampak sebanyak 101.131 kepala keluarga (KK),” imbuh Gatot.
Kalaksa BPBD Jatim itu meminta warga supaya mewaspadai fenomena bencana hidrometeorologi. Sebab, peristiwa tersebut merupakan fenomena yang diakibatkan oleh parameter meteorologi seperti curah hujan, kelembapan, temperatur dan angin. Apalagi sebagian wilayah Indonesia sedang memasuki musim tersebut.
Bencana ini, kata Gatot juga berhubungan dengan fenomena alam La Nina. Fenomena ini sudah pernah terjadi pada tahun 2021 yaitu peningkatan curah hujan hingga tujuh puluh persen di seluruh Pulau Jawa.
“Semua kawasan di Jatim berpotensi hujan lebat yang memicu puting beliung dan tanah longsor,” ujarnya.
Gatot berpandangan jika bencana hidrometeorologi bisa menimbulkan berbagai macam dampak. Seperti dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Dampak sosial itu meliputi hilangnya mata pencaharian dan trauma bagi masyarakat terdampak bencana. Dampak ekonomi yaitu terganggunya kegiatan perekonomian dan terputusnya alur perekonomian.
“Kami berkolaborasi dengan kabupaten/kota dan relawan di seluruh Jatim akan terus memperkuat antisipasi dalam menghadapi antisipasi bencana ini,” ujar Gatot.(wld/iss)