Data Polrestabes Surabaya menyebutkan tiga dari delapan kasus tawuran antar remaja yang terjadi mulai periode Juli sampai Oktober 2022 di Kota Surabaya, melibatkan anggota kelompok perguruan pencak silat. Untuk itu, momen Hari Pahlawan pada 10 November 2022 mendatang akan dimanfaatkan untuk mendamaikan perguruan bela diri tersebut yang di Kota Pahlawan.
AKBP Herlina Kasat Binmas Polrestabes Surabaya, pada Radio Suara Surabaya Jumat (28/11/2022) mengatakan, upaya ikrar perdamaian akan dilakukan dengan melibatkan 45 kelompok perguruan pencak silat. Nantinya, setiap perwakilan/tokoh pendekar akan menyatakan sumpah untuk ikut menjaga kondusifitas di Kota Surabaya, serta mengedukasi seluruh anggotanya.
“Sengaja diambil momennya di Hari Pahlawan. Kita dari Kepolisian berusaha memberikan kepercayaan dan tanggung jawab agar bagaimana orang menjadi pendekar ini tidak bangga kalau menang tawuran, tapi bagaimana bangganya itu bisa ikut menjaga kondusifitas di tengah-tengah masyarakat,” ujarnya pada program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya.
Kasat Binmas itu menyebut, tawuran biasanya terjadi setelah kelompok perguruan bela diri/pencak silat yang pulang dari latihan maupun setelah selesai menggelar kegiatan.
Biasanya, kelompok tersebut memasuki wilayah perguruan bela diri lain yang berseberangan dengan mereka. Selain itu, tak jarang saat mereka melakukan konvoi juga terlibat gesekan dengan kelompok masyarakat yang lain.
“Biasanya, mereka saat kegiatan sampai latihan pun kami (kepolisian) pantau melalui Bhabinkambtibmas dan Polmas (Pemolisian Masyarakat) yang ada. Tapi sepulang latihan itu, ada yang masih pake atribut dan masuk ke wilayah lain yang bersinggungan, kemudian terjadilah gesekan di sana hingga akhirnya berujung tawuran,” ujarnya.
Untuk itu, menurut AKBP Herlina, pihaknya selalu mengimbau kelompok-kelompok yang bersangkutan sebisa mungkin menanggalkan atribut mereka selesai latihan maupun menggelar kegiatan. Namun, diakuinya masih ada beberapa oknum yang membandel dan tidak mau mengikuti arahan aparat.
“Anggota muda-muda (junior) biasanya yang tidak mau ikut arahan, sampai terlibat tawuran,” jelasnya.
Terakhir, melalui ikrar damai tersebut Herlina berharap ke depan tidak ada lagi gesekan atau tawuran antar perguruan pencak silat, khususnya dengan masyarkat umum.
Sementara itu, Kang Mas Maksum Rosadin Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) Cabang Surabaya, dalam kesempatan yang sama membenarkan jika pendekar silat yang selama ini berulah ada di rentang usia remaja.
“Kadang kalau cuma satu sampai tiga orang, tidak berani mereka. Tapi kalau sudah 10 orang lebih, mulai kelihatan egonya dan sok jagoan,” ujarnya saat mengudara di program Semanggi Suroboyo.
Ketua PSHT cabang Surabaya itu juga menjelaskan jika terdapat dua kelompok di masing-masing perguruan silat, yakni kelompok struktural dan kultural. Menurutnya, kelompok struktural sejauh ini adalah kelompok yang masuk dalam jajaran pengurus resmi.
Sementara kelompok kultural, kata Adin sangat adalah kelompok tidak resmi yang mengatasnamakan sebagai anggota perguruan silat. Dia mengaku pengurus resmi sejauh ini kesulitan memonitor keberadaan mereka.
“Ada yang ikut geng motor, atau kelompok tertentu. Tapi kalau sudah cari masalah, mereka ini justru mencoba berlindung mengatasnamakan perguruan tinggi tertentu, ini kami juga kesusahan,” ungkapnya.
Adin yang juga anggota Komisi Disiplin Ikatan Pencak Silat Indonesia (Komdis IPSI) mengungkapkan komitmennya untuk mengawal ikrar perdamaian tersebut. Bahkan, pada momentum Hari Sumpah Pemudah hari ini, sudah ada terlebih dahulu 38 kelompok perguruan tinggi yang mengucapkan ikrar damai bersama Pemkot Surabaya.
“Kami komitmen dengan Kapolrestabes (Surabaya) dan Pak Eri (Wali Kota Surabaya), bahwa siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum, maka penegakan hukum harus jadi solusi terakhir,” pungkasnya. (bil/ipg)