Jumat, 22 November 2024

FSPMI Jatim: Sepakat Menolak Pencairan JHT 56 Tahun dan Siap Demo

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi kartu kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Foto: Antara

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jatim akan menggelar demonstrasi serentak dan mendesak Khofifah Indar Parawansa Gubernur Jatim untuk menyampaikan peninjauan ulang Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua ke pemerintah pusat.

Suara buruh dan pekerja ini kata Nurudin Hidayat (Udin) Wakil Sekretaris Urusan BPJS FSPMI Jatim akan digaungkan sampai Kementrian Tenaga Kerja membatalkan ketentuan pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) pada usia 56 tahun, karena sangat memberatkan para buruh atau pekerja.

Ia menjelaskan, saat ini sudah banyak buruh yang ter-PHK karena dampak dari pandemi. Ditambah imbas dari Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang disahkan pada 2 November 2020 lalu, membuat buruh hanya mendapatkan pesangon separuhnya.

Sehingga, satu-satunya harapan mereka untuk bertahan hidup dan bangkit adalah dengan mengajukan klaim Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, yang tak lain merupakan hak mereka. Tapi saat mereka harus menunggu 56 tahun untuk mendapatkan haknya, Nurudin menganggap aturan tersebut akan semakin menyengsarakan buruh.

Apalagi, saat ini jumlah pegawai kontrak lebih banyak dari jumlah pegawai tetap. Sedangkan para pegawai kontrak jika di-PHK, berisiko besar tidak mendapat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang di akan dirilis.

“Soal JKP, kalau kontrak habis mereka belum tentu mendapatkan JKP. Jumlah pekerja kontrak sekarang jauh lebih besar daripada karyawan tetap. Yang resign juga nggak dapat JKP, pesangon nggak dapat,” kata Nurudin kepada Radio Suara Surabaya, Senin (14/2/2022).

“Dan satu lagi, kenapa sih pemerintah ngatur-ngatur, toh itu uang kita. Kecurigaan kami, uangnya nggak ada. Karena selama pandemi, banyak yang diPHK tentu banyak mengajukan klaim JHT. (Uangnya) buat investasi atau pembangunan saya nggak tahu,” tambahnya.

Untuk mendapatkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), buruh harus mengikuti lima program, yakni Jaminan Kesehatan BPJS Kesehatan, Jaminan Hari Tua, Jaminan Kematian, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kecelakaan Kerja.

Sedangkan Nurudin menyebut, fakta di lapangan nyatanya banyak perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya ke Jaminan Kesehatan. Tentunya, ratusan hingga ribuan pekerja yang di-PHK terancam tak bisa mengajukan JKP yang rencananya akan dirilis Kemenaker bulan depan.

“Sejauh ini, Kemenaker masih dengan bangganya mengkampanyekan JKP sedangkan banyak buruh yang belum didaftarkan BPJS Kesehatan. Itu baru jaminan kesehatan, belum keempat program yang lain,” ungkapnya.

Selanjutnya, FSPMI Jatim akan berkoordinasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya untuk menggungat Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 ke Mahkamah Konstitusi karena aturan tersebut berpotensi melanggar aturan di atasnya, yakni PP Nomor 60 tahun 2015.

“Dalam PP Nomor 60 tahun 2015, pencairan JHT dijelaskan saat sudah memasuki usia pensiun. Termasuk mereka yang sudah tidak bekerja. Jadi patokannya bukan usia, tapi kondisi tidak bekerja,” paparnya.

Kedua, serikat buruh akan menggelar demonstrasi serentak untuk mendesak Gubernur Jatim untuk mengajukan peninjauan ulang aturan ini ke pemerintah pusat. Sedangkan aksi demonstrasi secara nasional, rencananya akan digelar mulai minggu depan.

“Kami berkeyakinan kalau gugatan kami akan dikabulkan MK. Tapi kan prosesnya lama, sedangkan kawan-kawan buruh banyak yang saat ini terdampak pandemi. Jadi kita tetap ikuti proses hukum dan juga aksi-aksi demo untuk mendesak pemerintah terkait aturan ini,” jelasnya.

Pihaknya juga menyangkan, pengesahan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 ini tidak melibatkan buruh sama sekali. Bahkan pihaknya baru mengetahui beberapa hari setelah aturan tersebut disahkan.

“Permenaker ditanda-tangani tanggal 5 (Februari), kita tahunya tanggal 9. Kita tidak dilibatkan dan tidak pernah diajak membahas draft Permenaker ini,” lanjutnya.

Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia juga meminta pemerintah meninjau ulang aturan baru Jaminan Hari Tua (JHT) yang baru bisa dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun.

“Pemerintah jangan bikin kebijakan yang merugikan pekerja dan rakyat Indonesia. JHT adalah hak pekerja karena iurannya dibayarkan pemberi kerja dan pekerja itu sendiri,” kata Sabda Pranawa Djati Sekretaris Jenderal ASPEK.

Dalam Permenaker 19/2015, JHT dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK. Sedangkan aturan terbaru melalui Permenaker 2/2022 yakni JHT baru dapat dicairkan ketika pekerja memasuki usia pensiun 56 tahun sangat merugikan pekerja yang terkena PHK.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs