Jumat, 22 November 2024

Fenomena ‘Silverman’ Perlu Perhatian Banyak Pihak Sebelum Jadi Bom Waktu

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Fenomena Silverman yang semakin marak di seputaran jalan di Wilayah Surabaya Raya, Kamis (24/3/2022). Foto: Rizki Ramadhana Netter Suara Surabaya

Maraknya fenomena manusia yang mengecat seluruh bagian tubuhnya dengan warna perak (Silverman) mangkal di traffic light beberapa daerah Khususnya Surabaya Raya (Surabaya, Sidoarjo, Gresik), perlu untuk mendapat perhatian dari banyak pihak.

Karena, kegiatan yang pada awalnya dianggap sebagai implementasi kesenian untuk membantu pengumpulan donasi, sekarang cenderung dimanfaatkan untuk mengemis. Beberapa waktu lalu, Silverman banyak ditemui di traffic light sepanjang Jalan Diponegoro, Surabaya.

Sementara di Kabupaten Sidoarjo, Silverman banyak ditemui di Simpang Empat Gedangan, Simpang Empat Medaeng, dan di traffic light bawah Jembatan Layang Waru.

Sejumlah masyarakat merasa terganggu dengan fenomena tersebut, dan menginginkan petugas atau pihak berwajib segera melakukan penertiban supaya tidak menjadi bom waktu.

Yusuf Efendi Pendengar Radio Suara Surabaya, Kamis (24/3/2022) melaporkan, Silverman di daerah Bungurasih Sidoarjo bukan cuma dilakukan orang dewasa saja, tapi melibatkan anak di bawah umur.

“Kalau di perempatan dekat Bungurasih itu saya lihatnya bukan hanya orang dewasa saja loh, kadang ada anak kecil juga. Kan bahaya kalau anak kecil tanpa pengawasan orang yang lebih tua ikut-ikutan aksi seperti itu di jalan raya,” ucapnya.

Senada dengan Yusuf, Toni Dominicus Parikan pendengar SS juga melaporkan, Silverman di kawasan Medaeng Sidoarjo bahkan cenderung berganti-ganti orang.

“Memang di Medaeng itu awalnya laki-laki, kemudian ada yang perempuan juga, tidak lama kemudian ada anak-anak yang ikut-ikut. ini ditakutkan lama-lama menjadi sindikat,” ujarnya.

Banyak pihak yang menganggap fenomena Silverman semakin marak karena banyak yang merasa kasihan dan memberikan uang. Kondisi itu dikhawatirkan memancing munculnya Silverman lain dan menjadi kebiasaan buruk.

Rustandi pendengar SS juga bilang, dalam kasus ini pihak yang perlu diberikan edukasi bukan hanya dari para Silverman saja, melainkan dari para pemberi uang.

“Kalau menurut saya kurang fair kalau yang ditindak hanya pengemisnya saja, harusnya si pemberi juga karena mereka juga melanggar Undang-undang yang ada,” katanya.

Secara hukum, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sayangnya, hal itu sering disalahgunakan berbagai pihak untuk melakukan aksi mengemis meminta uang.

Sementara, Dimas Legowo pendengar SS menilai, kalau di luar konteks mengemis, kegiatan semacam itu harus diberikan wadah untuk berekspresi. Para Silverman juga dinilai hanya melakukan pekerjaan mereka.

“Harusnya kegiatan seperti itu lebih diarahkan, coba misalkan ditempatkan di Jalan Tunjungan Surabaya saat sore hari. Bisa jadi lebih eksotis dan punya nilai tersendiri. Tapi, ya tetap harus ada pemantauan dari pihak berwajib.,” ucapnya.

Menanggapi fenomena itu, Edy Christijanto Kepala Satpol PP Kota Surabaya menjelaskan Silverman yang beberapa lalu diamankan kebanyakan bukan berasal dari Kota Pahlawan.

“Jadi sebenarnya kami sudah ada tim untuk melakukan operasi. Yang sudah diamankan juga sudah kami sita KTP-nya dan dilakukan pembinaan. Saat ini, jalan protokol dan pusat kota sudah tidak ada dan kebanyakan mereka lari ke kawasan perbatasan seperti di Karangpilang bahkan ke Sidoarjo,” jelasnya.

Edy menambahkan, pihaknya akan lebih gencar melakukan operasi dan menindak kalau masih ada Silverman yang berkeliaran di sepanjang jalan Kota Surabaya.(bil/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs