Sri Meliyana anggota Komisi IX DPR RI menilai perlu dicari mekanisme yang tepat dalam pelaksanaan vaksinasi booster yang rencananya akan mulai diberikan pada 12 Januari 2022 mendatang. Menurut dia, dengan dua mekanisme yang ditetapkan yakni gratis bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS dan berbayar bagi masyarakat luas, hal tersebut dirasa kurang bijaksana.
“Dicari mekanisme yang bisa mengakomodir seluruh target vaksinasi, jika hanya peserta BPJS saja yang bisa menerima booster, bagaimana dengan nasib yang bukan peserta BPJS yang jelas-jelas miskin dan tidak mampu. Bicara tentang PBI, meski kuota sudah ditetapkan, data masih saja berubah-ubah, masih belum akurat. Nah saya tidak tahu apakah itu bijaksana menggunakan PBI dan lain-lain,” ujar Meli dalam keterangannya, Sabtu (8/1/2022).
Meli menambahkan, pelaksanaan vaksinasi booster sebenarnya masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Sehingga, perlu pembahasan mendalam untuk menemukan mekanisme yang tepat dalam pemberian vaksin booster.
“Digratiskan saja kita masih kocar-kacir, masih lambat. Apalagi dilaksanakan dengan ketentuan yang rumit, yang bertele-tele. Nah ini PR tentang booster, belum pernah dibicarakan secara resmi, pasti akan sampai ke Komisi IX, saya yakin ini membutuhkan bahasan yang mendalam,” tegasnya.
Oleh sebab itu, pelaksanaan vaksinasi berkelanjutan tersebut harus disiapkan secara lebih matang. Sebab, bicara mengenai vaksinasi, berarti bicara mengenai keadilan dan pemerataan.
“(Vaksin booster) menjadi vaksinasi berkelanjutan, kalo memang ini bisa dilaksanakan, tapi hubungannya kan ke anggaran. hubungannya di perekonomian dan lain-lain,” imbuh politisi Partai Gerindra ini.
Selain itu, Meli juga menekankan bahwa di tengah pelaksanaan vaksinasi booster, pelaksanaan vaksinasi dosis pertama dan kedua harus tetap disegerakan. Pasalnya, sejauh ini baru 244 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota yang baru mencapai target 40 persen vaksinasi. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada kendala pelaksanaan vaksinasi di beberapa daerah lainnya.
“Harusnya pengalaman selama setahun ini bisa mematahkan kendala itu, koordinasi yang sudah setengah tahun ini seharusnya sudah bisa membuat pemetaan, bagaimana di satu daerah bisa sukses, bagaimana daerah lain enggak berhasil, dipetakan di masing-masing daerah sehingga bisa dilakukan percepatan vaksinasi, itu dosis pertama dan kedua,” papar Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR RI itu.
Untuk itu, Meli menilai perlu manajemen vaksinasi yang baik dan sehat yang diterapkan dalam pelaksanaan vaksinasi baik vaksinasi dosis pertama, kedua maupun vaksinasi booster.
“Jadi pelaksanaan vaksinasi dosis satu, dua, dan booster harus mempunyai manajemen vaksinasi yang baik dan sehat, tidak tumpang tindih, tidak saling mengabaikan. jangan sampai abai terhadap yang belum mendapatkan vaksin di dua dosis yang pertama,” jelasnya.(faz/ipg)