Suryadi Jaya Purnama anggota Komisi V DPR RI mendesak pemerintah untuk tidak memperbesar penggunaan APBN demi mengejar pembangunan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Ini ditegaskan Suryadi pasca mundurnya SoftBank perusahaan modal ventura asal Jepang dari proyek IKN yang disebut-sebut berniat mengucurkan investasi hingga Rp1.428 triliun.
“Kami dari Fraksi PKS mengingatkan agar pemerintah jangan sampai kemudian memperbesar pemakaian dana APBN demi keinginan mengejar target pembangunan IKN tepat waktu,” ujar Suryadi dalam keterangannya, Selasa (15/3/2022).
Untuk itu, Suryadi meminta pemerintah mengkaji serius dampak penarikan investasi tersebut, khususnya persentase sumber-sumber pendanaan IKN.
Menurut dia, mencari investor baru bukanlah hal yang mudah. Dengan adanya perang Rusia-Ukraina, terjadi situasi global berupa risiko inflasi yang tinggi. Besi, baja dan material konstruksi lainnya terutama yang impor akan mengalami kenaikan imbas dari terganggunya rantai pasok global.
“Dampaknya, biaya pembangunan IKN akan naik signifikan,” tegasnya.
Di sisi lain, ia mempertanyakan kenapa mundurnya perusahaan tersebut ketika pemerintah telah melantik Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN, yaitu Bambang Susantono (dari Asian Development Bank/ADB) dan Dhony Rahajoe (dari Sinarmas Land), pada 10 Maret 2022 lalu. Padahal, UU Nomor 3 Tahun 2022 Tentang IKN Pasal 12 memberikan kewenangan khusus kepada Otorita IKN berupa pemberian perizinan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberian fasilitas khusus kepada pihak yang mendukung pembiayaan IKN.
“Fraksi PKS mengusulkan agar DPR RI memanggil Kepala Otorita IKN untuk memberikan penjelasan tentang hal ini, terutama tentang bagaimana rencana Otorita IKN kemudian mencari investor-investor baru untuk IKN,” jelas mantan Anggota Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN DPR RI ini.
Selain itu, dalam Rencana Induk IKN disebutkan bahwa relokasi penduduk ke IKN akan dimulai pada tahun 2023 (TNI, Polri, dan BIN) dan awal tahun 2024 (representasi badan eksekutif, legislatif, yudikatif, serta ASN). Dengan tenggat waktu hanya 1-2 tahun ke depan, mundurnya SoftBank dinilai akan menjadi preseden buruk bagi calon-calon investor IKN, meskipun SoftBank beralasan ini adalah strategi internalnya untuk ingin lebih fokus kepada pendanaan startup digital daripada kepada proyek pemerintahan.
“Belum adanya kejelasan dari Pemerintah tentang skema peluang investasi asing terutama dengan skema public private partnership, juga risiko politik dan kegaduhan belakangan tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan pengunduran jadwal Pemilu 2024 akan membuat investor memilih wait and see,” tutup Suryadi.(faz/ipg)