Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya mencatat sekitar 15 hingga 20 laporan temuan cacing hati pada hewan kurban, sapi setelah disembelih. Jumlah ini, diperkirakan masih bisa bertambah seiring pelaksanaan penyembelihan hewan kurban yang masih berlangsung.
Antiek Sugiharti Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Surabaya mengatakan, cacing hati atau faschiola hepatica itu baru diketahui setelah penyembelihan hewan kurban.
“Ada pemeriksaan ante mortem (sebelum) dan post mortem (sesudah). Waktu ante mortem tidak ketahuan, kelihatannya sehat-sehat saja. Makanya setelah disembelih kemarin ada yang saya minta bagian kepala, kaki, dan rumen sapi karena ada yang suspect Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Sama, dengan cacing hati maka kita afkir bagian-bagian itu,” ujarnya pada suarasurabaya.net, Senin (11/7/2022).
Namun Antiek memastikan, bagian yang terinfeksi itu tidak didistribusikan ke masyarakat setelah pemeriksaan ketat. Secara total, 562 lokasi penyembelihan non RPH yang sudah terdata. Semuanya menjalani prosedur pemeriksaan ante mortem dan post mortem pada hewan kurban.
“Insya Allah karena kita dari DKPP turun kemarin. Temuan sekitar 15-20 itu selama tanggal 9-10 Juli. Tapi kemungkinan juga bisa bertambah, karena penyembelihan ada yang sampai 13 Juli 2022,” imbuh Antiek.
Sementara itu Novia Andriani, Sub Kor Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat dan Veteriner (Keswan dan Kesmavet) Bidang Peternakan DKPP Surabaya menambahkan, potensi munculnya cacing hati itu berasal dari pakan ternak.
“Cacing itu subur saat musim hujan karena kelembapan tinggi, cacing itu menetas di lahan-lahan rumput persawahan. Induk sementara ada di siput. Setelah dari dalam tubuh siput akan keluar feses bersama telur cacing itu di ujung rumput biasanya. Jadi saat rumput diambil sebagai pakan, akan ikut juga,” katanya.
Tapi menurutnya hal itu bisa diantisipasi dengan melayukan atau menjemur terlebih dahulu rumput yang basah.
“Agar kadar air akan turun, telur-telur cacing itu tidak bisa berkembang biak atau mati baru dipakankan ke sapi,” tambahnya lagi.
Selama ini, pihaknya juga sudah sosialisasi pada para peternak. Tapi kebanyakan, hewan kurban tidak berasal dari Surabaya, melainkan dari luar kota.
“Surabaya ini banyaknya peternak sapi perah, yang lebih sering jemur dulu rumputnya. Karena kalau tidak, kadar airnya masih tinggi dan bisa menyebabkan sapi kembung dan mempengaruhi produktivitas,” pungkas Novia. (lta/ipg)