Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB) masih terbelah tentang cara menangani peluncuran rudal balistik Korea Utara yang terus berlanjut, sampai hari Jumat (4/11/2022).
Hak pilih para anggota di dewan tersebut gagal menjembatani perbedaan.
Amerika Serikat menegaskan, 13 dari 15 anggota DK PBB telah sepakat mengambil tindakan hukuman kepada Korut yang terus meluncurkan uji rudal balistik. Karena, hal itu sangat bertentangan dengan resolusi-resolusi Dewan Keamanan sebelumnya.
Linda Thomas-Greenfield Duta Besar AS untuk PBB mengatakan Pyongyang tengah menikmati “selimut perlindungan” dari dua anggota DK PBB lainnya.
Dia mengacu pada China dan Rusia yang merupakan penyokong utama Korut.
“Momen ini menuntut persatuan dari Dewan Keamanan,” kata Thomas-Greenfield.
Mengutip dari Antara yang bersumber OANA-Kyodo, China dan Rusia berpendapat latihan militer bersama AS dan Korea Selatan telah meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea.
“Kegiatan peluncuran rudal DPRK baru-baru ini tidak terjadi dengan sendirinya tanpa penyebab, dan peluncuran itu secara langsung berhubungan dengan kata-kata dan perbuatan pihak-pihak terkait,” kata Zhang Jun Duta Besar China.
DPRK atau Republik Rakyat Demokratik Korea merupakan nama resmi Korut.
Kimihiro Ishikane Duta Besar Jepang untuk PBB mendesak DK PBB untuk bertindak sebagai satu kesatuan.
Dia mengatakan, pelanggaran Korut terhadap resolusi-resolusi sebelumnya sejalan dengan tidak adanya tindakan dari Dewan Keamanan sejak lama karena sikap negatif dari beberapa anggota dewan.
Sejak uji coba nuklir pertama Korut pada 2006, DK PBB membuat kebijakan melarang negara Korut melakukan peluncuran rudal balistik.
Tahun ini, Pyongyang lebih sering uji coba rudal daripada sebelumnya. Peluncuran rudal hari Kamis (3/11/2022) menandai uji coba yang ke-30.
Pada Oktober, DK PBB gagal mengambil tindakan terkoordinasi, seperti mengadopsi sebuah pernyataan bersama untuk menyikapi Korut yang menembakkan rudal balistik ke Samudra Pasifik yang terbang di atas Jepang.
China dan Rusia menolak resolusi DK PBB pada Mei lalu yang dirancang AS untuk memperkuat sanksi ekonomi terhadap Korut.(ant/tik/rid)