Rahmad Handoyo anggota Komisi IX DPR RI berpendapat, soal penanganan Covid-19, Amerika Serikat (AS) sebaiknya berguru kepada pemerintah Indonesia, khususnya tentang aplikasi pelacak Covid-19 PeduliLindugi.
“Dari pada merilis tudingan dugaan pelanggaran HAM, Amerika lebih baik mempelajari bagaimana manfaatnya system aplikasi PeduliLIndungi dalam mendeteksi Covid-19. Amerika perlu belajar dari Indonesia agar lebih sukses mengendalikan Covid-19,” ujar Rahmad di Jakarta, Sabtu (16/4/2022).
Rahmad menyatakan penyesalannya atas laporan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS) yang menyebutkan adanya indikasi pelanggaran HAM dalam aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, yakni PeduliLindungi.
“Sebagai warga negara dan sebagai anggota parlemen saya wajib mempertanyakan apa dasar mereka (Amerika) menyampaikan pandangan seperti itu. Apakah cukup dengan sebatas laporan LSM lalu menjustifikasi bahwa peduli lindungi itu melanggar HAM?” kata dia.
Menurut legislator PDI Perjuangan ini, seharusnya Amerika, lewat kedutaan yang ada di Indonesia bisa bertanya langsung kepada pemerintah apa dan bagaimana sistem PeduliLindungi itu. Dikatakan, sebelum laporan tersebut dirilis, sebaiknya terlebih dahulu ada klarifikasi kepada pemerintah Indonesia.
“Sekali lagi, jangan dong menjustifikasi laporan LSM untuk menyatakan bahwa indonesia melanggar HAM. Sangat tidak fair kalau laporan analisa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dasarnya hanya sebatas LSM,” tegasnya.
Rahmad mengatakan, dalam pengendalian Covid-19, ada beberapa cara dilakukan pemerintah Indonesia bersama masyarakat, seperti program vaksinasi, protokol kesehatan, serta ada juga cara gas dan rem.
Kata dia, bagian-bagian itu terintegrasi dalam satu kesatuan. Begitulah cara pemerintah indonesia melindungi rakyat indonesia dari ancaman Covid -19. Hasilnya, kata Rahmad, penanganan Covid-19 di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan pengendalian Covid-19 di Amerika.
“Fakta tidak bisa dibantah, Indonesia sudah diakui dunia sebagai satu di antara negara terbaik dalam pengendalian Covid-19. Jangan lupa, Indonesia pernah diundang Amerika Serikat untuk bertukar pikiran bagaimana mengendalikan Covid-19. Semestinya fakta ini dihormati, bukan justru mencari satu kesalahan yang hanya berdasarkan laporan LSM,” tegasnya.
Dan Nyatanya PeduliLindungi telah berhasil melindungi rakyat dari pandemi. Karena, sesungguhnya laporan tentang sebuah pelanggaran HAM, apalagi oleh negara sekelas Amerika, tidak cukup hanya berdasarkan laporan LSM. Sehingga, tudingan atau tuduhan Kemenlu AS ini, sangat layak dipertanyakan, apa sebenarnya motif Amerika merilis isu seperti itu.
“Sebagai negara yang berdaulat, kita pantas mempertanyakan apa motivasi Amerika merilis isu pelanggaran HAM ini. Amerika harus dikoreksi, Kemenlu AS jangan semena-mena menilai suatu negara hanya berdasarkan laporan LSM tanpa adanya konfirmasi terhadap pemerintah Indonesia,” kata Rahmad.
Ditegaskannya, pemerintah Indonesia berhak melindungi rakyatnya dari ancaman Covid-19 dengan menerapkan sistem PeduliLindungi. Apalagi, faktanya, sistem tersebut cukup berhasil dalam pengendalian Covid-19 di Indonesia.
”Kita sebagai negara berdaulat juga menghormati kedaulatan negara lain. Artinya, Amerika juga harus menghormati kedaulatan Indonesia, jangan semena-mena menyebut Indonesia melanggar HAM.” tandasnya.
Sebelumnya, dalam laporan berjudul “Indonesia 2021 Human Rights Report” yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri (Deplu) Amerika Serikat (AS), pekan ini, disebutkan ada indikasi aplikasi pelacakan Covid-19 Indonesia, PeduliLindungi, telah melakukan pelanggaran HAM.
Disebutkan, PeduliLindungi memiliki kemungkinan untuk melanggar privasi seseorang. Pasalnya, informasi mengenai puluhan juta masyarakat ada di dalam aplikasi itu dan pihak aplikasi juga diduga melakukan pengambilan informasi pribadi tanpa izin.
AS pun menyebut indikasi ini sempat disuarakan oleh beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Namun tidak dijelaskan secara rinci siapa saja LSM tersebut.(faz/ipg)