Mayjen TNI Dr. Joni Widjayanto Direktur Program Doktor Universitas Pertahanan (Unhan) RI mengatakan pemikiran geopolitik Soekarno sangat penting untuk kembali diketengahkan dalam menghadapi realitas pertarungan geopolitik dunia pada saat ini.
Menurutnya, pemikiran Soekarno selalu memiliki relevansi dengan kepentingan nasional dan pertahanan negara.
Dia sampaikan itu dalam Simposium Nasional Relevansi Geopolitik Soekarno bagi Kepentingan Nasional dan Pertahanan Negara, dalam Simposium Nasional yang diadakan secara hybrid, Sabtu (19/2/2022).
Turut hadir, Hasto Kristiyanto Mahasiswa Doktoral Universitas Pertahanan RI yang juga Sekjen PDIP. Kemudian ada Yudi Latif cendekiawan dan Banyu Perwita Pakar Kebijakan Luar Negeri.
Saat ini, menurut Joni, dunia ditandai dengan adanya berbagai aliansi pragmatis yang merupakan perwujudan pertarungan abadi neoliberalisme dan neo realisme.
“Untuk menghadapi pertarungan geopolitik dan menjaga kepentingan nasional serta pertahanan negara Indonesia, maka pemikiran geopolitik Soekarno penting untuk diketengahkan,” kata Joni.
Joni lalu menekankan bahwa bagi Soekarno, dari perspektif geopolitik, Indonesia harus membangun diri sesuai dengan karakter serta ciri khasnya sendiri. Termasuk dalam hal pertahanan.
Maka itulah mengapa Soekarno menyatakan bahwa pertahanan negara dapat sempurna semaksimal mungkin, apabila berdiri di atas karakteristik daripada bangsa dan tanah air.
“Di mana di dalamnya mengandung unsur geopolitik, kepentingan nasional dan pertahanan negara. Diantaranya Pancasila sebagai ideologi politik Indonesia,” kata Joni.
Sementara Yudi Latif mengatakan, pemikiran geopolitik Soekarno itu tentang Indonesia, meski berbicara soal PBB dan kebijakan luar negeri.
“Menurut saya, pusat perhatian Soekarno itu sebenarnya adalah geopolitik Indonesia. Geopolitik Indonesia tentu ke dalam dan keluar,” kata Yudi.
Dia menegaskan, konsepsi apapun yang dipikirkan Soekarno, akan selalu berangkat dalam nasionalisme. Di mana Indonesia menjadi starting pointnya. Bahkan, konsepsi nasionalisme Soekarno ini memiliki karakteristik sendiri.
“Konsepsi nasionalisme Indonesia bukan konsepsi tertutup. Tapi konsepsi yang ingin juga menjadi bagian pergaulan dunia, pergaulan antar bangsa,” kata Yudi.
Bagaimana dalam kebijakan luar negeri, Soekarno tak hanya bersifat realis, seperti membuat Konferensi Asia-Afrika, tetapi juga idealisme agar suatu negara jangan menjadi yang paling adidaya.
Karena itu, dia melihat Soekarno adalah orang pertama yang mendefinisikan nasionalisme itu. Salah satunya menjadi kesatuan dari geopolitik, yang dipandangnya sangat menarik.
Terlihat, bagaimana Soekarno yang dianggap sebagai orang pertama yang mencoba mendudukkan Indonesia dalam konsep archipelagic. Di mana Indonesia negara lautan yang ditaburi pulau-pulau.
Yudi pun menduga, Soekarno telah membaca sejumlah karya geologis dari ilmuwan Belanda yang telah memetakan Indonesia. Sehingga, apa yang disampaikan Soekarno tentang gugusan kepulauan antara Australia dan Asia sebagai satu kesatuan geopolitik itu tidak omong kosong.
Dia mencontohkan, bagaimana ada flora fauna Asia dan juga Australia bisa ditemukan di Indonesia. Semuanya menjadi satu kesatuan dan terkoneksi.
“Jadi apa yang dibilang Soekarno itu nggak omong kosong. Ada penjelasan-penjelasannya,” kata Yudi.
Sehingga, dari konsepsi geopolitik Indonesia ke dalam dari Soekarno itu membawa banyak konsepsi turunan, tentang bagaimana membangun ketahanan Indonesia.
“Jadi saya suka judul disertasi ini, anak judulnya bukan kepentingan nasional dan pertahanan. Tapi sebenarnya yang kuat sekali adalah konsepsi Soekarno tentang geopolitik Indonesia dan implikasinya tentang ketahanan dan pertahanan negara,” kata Yudi.(faz/tin/den)