Jumat, 22 November 2024

Dinkes Surabaya Targetkan 51 Kelurahan Setop BAB Sembarangan

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Foto: Diskominfo Kota Surabaya

Dinas Kesehatan Kota Surabaya menargetkan sebanyak 51 kelurahan bisa ODF (Open Defecation Free) atau setop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) sampai akhir tahun 2022. Giat sosialisasi pentingya jamban sehat pun terus digencarkan oleh Dinkes.

Nanik Sukristina Kadinkes Surabaya menyatakan sampai saat ini ada 82 kelurahan yang sudah ODF per September 2022. Data tersebut diharapkan bertambah seiring sosialisasi dampak BABS oleh Dinkes

“Di setiap kelurahan di Surabaya melalui puskesmas tidak kurang-kurang kami lakukan sosialisasi dari dampak kesehatan BABS dan pentingnya jamban sehat,” kata Nanik, Jumat (23/9/2022).

Untuk diketahui, Kecamatan Tenggilis Mejoyo merupakan wilayah yang tercatat terendah dalam kasus BABS, sementara Kecamatan Semampir menjadi yang paling tinggi BABS.

Kadinkes Surabaya itu melanjutkan, jika sistem monitoring ODF di setiap kelurahan dimulai dari identifikasi rumah yang masih melakukan BABS melalui Kader Surabaya Hebat (KSH).

Selanjutnya hasil identifikasi tersebut dilakukan verifikasi BABS oleh Puskesmas, Kelurahan dan Kecamatan. Hasilnya akan dikoordinasi dan disinkronkan dengan OPD terkait yang memiliki program pembangunan jamban sehat.

Seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP), dan Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM).

“Pernah saat pengecekan ternyata masih ada rumah yang saluran pembuangan BABnya langsung ke selokan atau sungai,” kata Nanik.

Perilaku BABS yang dilakukan masyarakat bukan tanpa sebab. Nanik menyebut beberapa faktor pengaruhnya, antara lain faktor ekonomi, faktor keterbatasan lahan, faktor demografi (rumah yang berada di sepanjang aliran sungai ditemukan BABS karena saluran pembuangan tinja dialirkan ke sungai tersebut), faktor sosial budaya (BABS sudah dilakukan turun temurun).

“Faktor keterbatasan lahan di sini yang paling dominan. Jumlah rumah BABS yang menempati lahan bukan miliknya ada sebanyak 66,29 persen,” ucapnya.

Nanik juga menyebut bahwa dampak yang ditimbulkan dari perilaku BABS ada berbagai macam. Mulai dari pencemaran air dan tanah, gangguan status kesehatan masyarakat sekitar, hingga timbulnya beberapa penyakit.

“Dalam konteks ini ada dampak yang ditimbulkan yaitu kerentanan terhadap beberapa penyakit. Seperti penyakit diare, disentri, typus, kolera, cacingan, dan hepatitis,” ujar Nanik.

Untuk ke depan dalam percepatan wilayah ODF ini, Nanik berharap ada penerbitan SE dari Wali Kota tentang Percepatan Keluarahan ODF.

Kemudian melibatkan berbagai opd terkait, pergururan tinggi, dan organisasi sosial dalam sosialisasi percepatan ODF dan dampak buruk BABS.

“Setiap kelurahan disebut ODF jika masyarakat di setiap KK bisa mengakses jamban sehat,” pungkas Nanik.(wld/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs