Lima tahun sudah, Cak Sapari, seniman ludruk, sakit diabetes dan harus berkali-kali dirawat di rumah sakit. Kondisi itu dilakoninya di sela-sela aktivitas pentas yang sangat padat sebagai bagian dari Kartolo Cs. Kini, Cak Sapari hanya terbaring lemah di rumah.
Selain kondisi kadar gula darah yang tinggi hingga hampir 600 mg/dL, setahun terakhir imbas pandemi juga membuat kondisi psikis Cak Sapari sempat terganggu. Keluarga sangat memahami, perubahan jadwal pentas Cak Sapari yang tidak lagi sebanyak situasi normal, penghasilan menurun, dan faktor-faktor lainnya, pasti berat bagi seniman ludruk legendaris sekaligus kepala keluarga dan tulang punggung di rumah itu. Hingga akhirnya, keluarga membujuk Cak Sapari untuk dibawa ke psikiater dan meminum obat penenang.
Sekitar setahun berlangsung, kondisi psikis Cak Sapari mulai membaik. Tetapi justru fisiknya drop karena kadar gula darah yang kembali naik. Tiga bulan pertama, Cak Sapari dirawat di rumah oleh Suryaningsih, istrinya. Cak Sapari lebih banyak berbaring, sesekali bisa duduk dan jalan ke teras rumah, juga masih bisa makan nasi.
Tapi, sudah 5 bulan terakhir ini Cak Sapari hanya bisa berbaring di atas sofa. Selain diabetes, usianya yang sudah 79 tahun membuatnya tidak lagi kuat berjalan atau bahkan sekedar duduk bersandar.
“Cuma tiduran saja, selain itu tulangnya sudah tidak kuat karena sudah usia juga. Makan juga paling bubur kadang-kadang, tapi jarang mau. Rutinnya ya susu tiap hari,” ujar Yuli, anak pertama Cak Sapari.
Cak Sapari yang semula berperawakan tinggi, besar, dan gagah itu, kini tubuhnya kurus dan hanya bisa terbaring lemah di atas sofa sederhana. Perlahan, kondisinya diketahui teman-teman senimannya hingga pemerintah desa.
Yuli Widyastuti yang akrab disapa Yuli Sapari, anak pertama Cak Sapari kepada suarasurabaya.net mengaku bersyukur, kunjungan teman-teman seniman Cak Sapari ke rumah, membantu memberikan semangat. Termasuk bantuan berupa bed rumah sakit dan kursi roda yang diberikan oleh Kecamatan Sukomanunggal.
“Kemarin-kemarin tidur di sofa itu (sambil menunjuk sofa sederhana yang kini diletakkan di teras). Sekarang sudah ada tempat tidur,” kata Yuli saat ditemui di kediaman Cak Sapari, Jalan Simo Mulyo Baru 3C Surabaya, Jumat (17/6/2022).
Sehari-hari, Suryaningsih, istri Cak Sapari yang setia merawat dan menemani. Meski kondisi tubuhnya sudah tidak lagi kuat, wanita 67 tahun itu dengan sabar menyuapi suaminya makan, membuatkan susu, hingga menyeka setiap pagi dan sore hari.
Kasih sayang keluarga lah yang menguatkan Cak Sapari hingga kini. Lima anak-anak yang sangat berbakti pada kedua orang tua, terus gotong-royong membantu mencukupi kebutuhan keluarga dan menggantikan Cak Sapari yang tidak lagi bisa mencari nafkah.
Yuli, anak pertama yang hanya sebagai guru TK dengan penghasilan minim, terus berusaha membantu. Mondar-mandir dari Tandes – Simo Mulyo Baru (rumahnya ke rumah orang tuanya). Wanita yang kini menjanda usai suaminya meninggal juga menjadi tulang punggung tiga anaknya. Namun, anak pertamanya, kini sudah menikah.
Juniadi, anak kedua yang kini menetap di Kalimantan dan sudah berkeluarga juga kondisi ekonominya pas-pasan. Tapi, rasa berbaktinya membuat Juni masih terus memantau kondisi ayahnya setiap hari melalui telepon.
Begitu juga dengan Pendik, anak ketiga yang harus mondar-mandir ke rumah orang tuanya dan anak istrinya di Jombang. Seringkali Suryaningsih dibantu oleh Anwar, anak Cak Sapari yang keempat yang tinggal serumah bersama anak dan istrinya. Tidak terkecuali Dani, anak terakhir dan satu-satunya yang belum menikah juga selalu meluangkan waktu di sela-sela aktivitas band nya untuk membantu Suryaningsih merawat Cak Sapari.
Kebutuhan sehari-hari, termasuk susu, pempers, yang dibutuhkan Cak Sapari ditanggung bersama secara gotong-royong oleh kelima anaknya. Mereka berharap, Cak Sapari bisa kembali sehat.
Sementara Cak Sapari, yang kini hanya bisa terbaring, sesekali meneteskan air matanya ketika teman-teman seniman menjenguk ke rumah. Bahkan tidak segan-segan, Cak Sapari juga melontarkan kalimat-kalimat parikan lelucon untuk menghibur siapa saja yang datang, juga keluarganya. (lta/iss)