Jumat, 22 November 2024

Aktivis: Rencana Pelabelan BPA Galon Bisa Jadi Masalah Baru Pengelolaan Sampah Plastik

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Swietenia Puspa Lestari Aktivis Lingkungan dari Drivers Clean Action (kanan) menyampaikan pandangannya terkait rencana BPOM membuat regulasi pelabelan risiko Bisphenol A (BPA), Kamis (7/7/2022), di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta. Foto: Farid suarasurabaya.net

Direktorat Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana membuat regulasi pelabelan risiko Bisphenol A (BPA).

Rencana itu merupakan upaya perlindungan Pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon isi ulang di tengah masyarakat.

Swietenia Puspa Lestari Aktivis Lingkungan dari Drivers Clean Action menyebut rencana pelabelan BPA pada galon air minum isi ulang membuat para pemerhati lingkungan kecewa.

“Permasalahan galon sekali pakai, atau galon guna ulang harus dilabeli. Ini membuat kami aktivis lingkungan patah hati, karena kami merasa ada narasi yang dibangun, bahwa galon sekali pakai lebih baik daripada galon ulang,” ujarnya dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk ‘Menyoal Pelabelan Kemasan dan dampaknya terhadap lingkungan’ di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/6/2022).

Dia menyebut, sampai sekarang sudah ada petisi menolak galon sekali pakai yang didukung 50 ribuan orang.

Lalu, ada lebih dari 8.000 orang yang mendukung Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 75 Tahun 2019 terkait peta jalan pengurangan sampah dari produsen manufaktur, retail, dan juga jasa makanan minuman, serta akomodasi untuk menerapkan hirarki pengolahan sampah dari sumber.

Perempuan yang akrab disapa Tenia menyayangkan masuknya propaganda galon sekali pakai lebih baik dari galon isi ulang.

“Kekhawatiran kami edukasi iklan-iklan sudah masuk ke sinetron-sinetron menyatakan galon sekali pakai itu lebih baik. Dengan adanya isu kisruh BPA ini, masyarakat yang tadinya sudah beralih ke guna ulang isi ulang terpaksa atau merasa harus pindah ke sekali pakai itu harus dicegah supaya tidak kejadian akibat salah persepsi,” tegasnya.

Dalam forum yang sama, Anggia Erma Rini Wakil Ketua Komisi IV DPR RI sependapat dengan Tenia.

Dia bilang, kebijakan mengurangi produksi plastik ini penting sangat penting. Namun, Anggi menyayangkan sampai sekarang belum ada regulasinya.

“Terkait pajak plastik sempat dibahas di Badan Anggaran DPR, tapi gagal. Jadi, kalau kita lihat di masyarakat tentang plastik ini kan tidak hanya masyarakat itu enggak tahu, masyarakat enggak paham betul, apa yang harus dikritik terhadap sampah plastik,” ungkapnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendorong agar pemerintah segera membuat regulasi komprehensif terkait pengelolaan sampah plastik.

“Artinya, harus ada kebijakan yang memang komprehensif kalau memang benar-benar mau mengelola atau punya komitmen yang tinggi terhadap pengelolaan sampah,” imbuhnya.

Sementara itu, Darul Siska Anggota Komisi IX DPR RI menyebut, sejauh ini belum ada pembicaraan apa pun dengan BPOM sebagai mitra kerja Komisi IX terkait rencana pelabelan BPA terhadap air minum kemasan.

“Secara spesifik saya jujur mengatakan Komisi IX belum mendiskusikan dengan Badan POM,” ungkap Darul.

Merujuk data yang dikumpulkan para pemerhati lingkungan, kalau tidak ada kisruh BPA dan masyarakat tetap menggunakan galon air minum guna ulang, maka bisa menghemat sampai 250.000 ton plastik per tahun.

Upaya menekan sampah plastik yang jadi sumber menghasilkan galon itu secara langsung mendukung Indonesia mengurangi pengambilan atau ekstraksi sumber daya alam sebagai plastik virgin yang diproduksi menggunakan gas alam, minyak bumi, dan minyak mentah.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs