Aisah Putri Budiatri Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) mengapresiasi keberhasilan DPR RI mengesahkan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sesudah melalui proses pembahasan yang panjang.
Ke depan, dia berharap Puan Maharani Ketua DPR RI menjadi lokomotif untuk menuntaskan sejumlah program legislasi berperspektif gender. Antara lain, RUU tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, serta RUU tentang Keadilan dan Kesetaraan Gender.
“Saya harap dengan keberhasilan UU TPKS, kemudian DPR dipimpin perempuan dan Kementerian PPA aktif dan bersinergi dengan elemen masyarakat sipil, jadi momentum untuk menyegerakan kebijakan baru yang berperspektif gender,” ujarnya dalam diskusi publik di Pusat Kajian Strategis Hang Lekir, Jakarta, Rabu (20/4/2022).
UU TPKS, lanjut Aisah, merupakan kerja kolektif pemerintah, DPR dan kelompok masyarakat sipil. Keterlibatan aktivis serta lembaga pemerhati perempuan punya peran besar dalam menyusun Undang Undang tersebut.
“Ini momentum baik bahwa DPR, pemerintah bisa sinergis dengan masyarakat sipil untuk hal yang baik untuk publik. Saat ini adalah era kebangkitan perempuan,” katanya.
Dalam forum itu, Aisah mengungkapkan sudah melakukan penelitian tentang kiprah aktivis perempuan pada Pemilu 2004.
Dia bilang, periode 2004-2009 menghasilkan banyak aktivis perempuan yang kemudian menggandeng kelompok masyarakat sipil untuk political will mereka.
Walau dalam lembaga legislatif porsi anggota perempuan relatif kecil, tapi mereka bisa mengumpulkan kekuatan yang lain.
“Pada saat itu jumlahnya kecil, tetapi aktivis perempuan menggandeng masyarakat sipil, kelompok perempuan. Mengelola gagasan bagimana isu yang penting dan apa yang harus dilakukan. Jadi, mereka benar benar punya niat politik, political will,” tegasnya.
Sementara itu, Maria Hamid co-founder Pusat Kajian Strategis Hang Lekir mengingatkan pemerintah dan anggota dewan jangan sampai kehilangan momen keberhasilan pengesahan UU TPKS.
Dia mengapresiasi kepemimpinan Puan selaku Ketua DPR yang mengesahkan RUU TPKS menjadi undang-undang, setelah pembahasannya mandek selama hampir tujuh tahun di Senayan.
“Ada perempuan duduk sebagai pembuat kebijakan. Dia mengawinkan isu kebebasan dan perempuan, isu perempuan dan keadilan, membuat itu dibicarakan di ruang publik. Menunjukkan perempuan punya bargaining power,” ucapnya.
Maria juga menegaskan hadirnya UU TPKS sudah mendobrak tabu di masyarakat untuk bicara tentang masalah dalam rumah tangga.
Selama ini, kerap kali kekerasan dalam rumah tangga, termasuk kekerasan seksual disimpan rapat-rapat, karena dianggap aib, dan bisa diselesaikan sendiri.
“Membuka sekat tabu untuk dibicarakan secara terbuka dan konsensual. UU ini membuat ranah privat menjadi publik, ini hal baik. Karena, kalau pun norma sosial berubah, sudah ada legislasinya,” tandas Maria.(rid/dfn/ipg)