Jumat, 22 November 2024

Aktivis Lingkungan: Pengerukan Sungai Wonorejo Menyebabkan Ratusan Pohon Mangrove Mati

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Endapan lumpur hasil pengerukan sungai avur Wonorejo Surabaya, Minggu (4/9/2022) yang menutupi puluhan pohon mangrove yang ditanam tahun 2013. Foto: Komunitas Rumah Mangrove Surabaya

Normalisasi saluran air atau pelebaran sungai dengan cara mengeruk lumpur di sepanjang sungai kawasan Mangrove Wonorejo yang dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Surabaya membuat kerusakan lingkungan di wilayah itu.

Komunitas Nol Sampah yang tergabung dalam konsorsium Rumah Mangrove Surabaya menemukan sejumlah pohon mangrove dan anakan mangrove mati akibat pengerukan Sungai Wonorejo.

“Faktanya ratusan mangrove mati. Ada yang ditebang, digergaji, ditebang pakai alat berat seperti dipapras gitu. Ada juga beberapa yang ditanam umurnya baru 3-4 tahun, tingginya belum 2 meter dan diameter batangnya di bawah 5 cm. Itu yang dihabiskan padahal ngerawatnya luar biasa kita,” kata Hermawan Some Koordinator Rumah Mangrove Surabaya saat dihubungi suarasurabaya.net, Selasa (6/9/2022).

Wawan Some, sapaan akrab Hermawan melanjutkan, kerusakan terparah mangrove terjadi di sisi selatan. Ratusan mangrove jenis Rhizophora Mucronate, Rhizophora Apiculata dan Daruju berusia 2-5 tahun setinggi 1-3 meter dicabut dengan alat berat, dan ditimbun lumpur untuk meninggikan tanggul sungai.

Selain itu puluhan mangrove jenis Avicenia Alba, Alvicenia Marina dan Buta-Buta dibabat dengan alat berat sehingga mati. Kondisi ini terjadi sekitar 500 meter.

Kemudian di sisi utara, kerusakan mangrove terjadi di dua titik, yang menyebabkan puluhan mangrove berbagai jenis mati ditimbun lumpur untuk meninggikan tanggul di dua tambak.

Bukan hanya berpengaruh kepada mangrove, Wawan menjelaskan, kegiatan ini dapat berpengaruh kepada habitat burung yang ada di sekitar lokasi.

“Padahal kita tahu daerah itu penting bagi burung karena ada burung migran dan langka di sana,” ujar Wawan.

Atas mangrove yang mati ini, Wawan meminta Pemkot Surabaya bertanggung jawab dengan cara mengganti pohon mangrove yang baru.

“Berdasarkan Perda Perlindungan Pohon Kota Surabaya Tahun 2014 Nomor 22 kalau mereka nebang pohon dengan kondisi (mangrove) di lapangan harus mengganti dengan 35 pohon diameter 10 cm. Kalau diganti diameter 10 cm, harus merawat sampai 3 tahun,” tegasnya.

Satwa monyet yang bernaung di pohon mangrove Sungai Wonorejo yang dipapras imbas normalisasi, Senin (5/9/2022). Foto: Komunitas Rumah Mangrove Surabaya

Dalam kesempatan tersebut ia juga menyampaikan rencana Pemkot yang akan menormalisasi sebanyak 4-5 sungai di wilayah Surabaya Timur.

“Itu kan masuk semua masuk wilayah konservasi, kalau kayak gini semua habis mangrovenya. Yang Gunung Anyar katanya sudah, yang lainnya saya belum cek,” ujarnya.

Selanjutnya ia juga meminta agar saat Pemkot Surabaya mengadakan kegiatan di kawasan konservasi harus mengedepankan aspek konversasi dan lingkungan.

“Jangan karena argumen banjir, boleh melakukan apa saja di sana. Surabaya punya tenaga ahli, punya banyak kampus bisa tanya kepada mereka,” kata Wawan.

Sebelumnya Wawan Some dan aktivis pegiat lingkungan lainnya mengadukan hal ini ke Rumah Aspirasi alias Rumah Dinas Wakil Wali Kota Surabaya pada Senin (5/9/2022) lalu.

Usai mengadukan hal ini, Armuji Wakil Wali Kota Surabaya menindaklanjuti dengan melakukan sidak bersama Dinas terkait dan menghentikan sementara kegiatan tersebut.

Terkait penghentian ini apakah benar-benar dilaksanakan, ia masih menanyakannya kepada kelompok nelayan di kawasan Mangrove Wonorejo.

“Ini saya tanyakan masih belum dibalas,” pungkasnya.

Armuji Wakil Wali Kota Surabaya saat sidak Sungai Wonorejo yang dinormalisasi pada Senin (5/9/2022). Foto: Komunitas Rumah Mangrove Surabaya

Sebelumnya Eko Juli Prasetya Kepala Bidang Drainase DSDABM Kota Surabaya menjelaskan, dari hasil normalisasi sungai itu, endapan lumpur-lumpur pengerukan diletakkan di jalan inspeksi sungai, tepatnya sisi tepi sungai.

“Semakin lebar sungai tersebut, maka jalur inspeksi juga akan semakin lebar. Nah itu adalah jalur inspeksi yang ditanami oleh tanaman mangrove. Ketika kita melakukan normalisasi, maka tumbuhan tersebut tertimbun hasil pengerukan,” ujarnya, Senin (5/6/2022).

Sementara terkait penempatan endapan sisa pengerukan sungai, secara teknis menurut Antiek Sugiharti Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Surabaya sudah diarahkan pada tempat-tempat yang tidak ada mangrove, agar tidak merusak tanaman.

“DSDABM akan melakukan pengecekan/monitor pekerjaan pengerukan, guna memastikan agar kegiatan tersebut tidak mengganggu/merusak tanaman mangrove. Dan DKPP  bersama-sama dengan OPD dan masyarakat akan melakukan reboisasi, penanaman mangrove pasca kegiatan pengerukan,” ungkap Antiek.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs