Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melakukan verifikasi dan kroscek ulang pada 23.523 data kemiskinan ekstrem dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), berdasarkan riset yang dilakukan tahun 2019 lalu.
Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyatakan, hasil kroscek itu nantinya akan diserahkan lagi untuk di-update data ke pemerintah pusat.
“Jadi data setiap rumah yang masuk kategori miskin atau tidak sudah ada fotonya, sudah ada kondisi rumahnya, sudah ada pengeluarannya. Jadi yang masuk kategori miskin itu adalah pendapatannya sekitar Rp600 ribu, tapi saya naikkan Rp1,5 juta karena ini Surabaya,” kata Eri, Senin (17/10/2022) kemarin.
Menurutnya, berdasarkan hasil kroscek, 23.523 data kemiskinan ekstrem milik pemerintah pusat tersebut sudah berbeda dengan kondisi sekarang.
“Dan ini sudah kita sampaikan ke pemerintah pusat juga. Karena data dari pusat ternyata rumahnya apik-apik (bagus), onok fotone (ada fotonya). Kita juga akan mengubah (data) itu,” ujarnya.
Meski begitu Eri memastikan, bahwa pemkot akan terus concern (fokus) terhadap upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. Salah satu upaya yang sedang digeber pemkot saat ini adalah melalui program padat karya.
“Kalau kemiskinan hanya dikasih bantuan-bantuan saja tidak dipikirkan pekerjaan apa, maka hari ini dia hanya menerima bantuan tapi tidak tahu di tahun depan mau apa. Makanya di Surabaya ini ada pembuatan paving, cuci mobil dan macam-macam (oleh MBR) yang itu tujuannya untuk mengentas kemiskinan,” papar dia.
Sementara itu, Anna Fajriatin Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya menerangkan, kategori kemiskinan ekstrem adalah warga yang hidupnya berada di bawah garis kemiskinan.
“Jadi data kemiskinan ekstrem ini bukan dari pemkot, tapi dari pemerintah pusat berdasarkan data dari BKKBN tahun 2019. Sehingga data ini kita lakukan kroscek verifikasi,” kata Anna.
Supaya diketahui validitas data itu, Anna menyatakan, proses verifikasi dan kroscek data di Surabaya dilakukan beberapa tahapan.
Pertama, kroscek dilakukan dengan data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Kedua kroscek dengan Data Terpadu Masyarakat Surabaya (DTMS). Dan ketiga, kroscek dengan Cek-In warga untuk diketahui orang tersebut KTP dan domisilinya apakah benar di Surabaya.
“Kemudian kita cek lagi dengan Aplikasi Sayang Warga. Jadi banyak sekali kita cek, supaya Insyaallah mendekati valid. Karena memang datanya dinamis. Jadi data yang kita terima tidak sepenuhnya benar, bisa jadi mungkin dulu miskin, namun sekarang tidak,” jelasnya.
Anna juga menjabarkan, salah satu parameter warga yang hidupnya berada di garis kemiskinan adalah memiliki pengeluaran sekitar Rp690 per kapita. Sedangkan untuk parameter kemiskinan ekstrem yakni, pengeluaran per kapita di bawah Rp358 ribu.
“Sehingga itu akan menjadi sasaran intervensi dari Pemkot Surabaya. Setelah kita cek datanya, ketemu KTP dan domisili Surabaya, maka ini yang akan menjadi sasaran prioritas kita,” pungkasnya. (lta/bil)