Pemimpin redaksi surat kabar Etilaat Roz mengatakan bahwa dua wartawan Afghanistan dipukuli dalam tahanan polisi setelah meliput demonstrasi di Kabul. Zaki Daryabi, pendiri dan pemimpin redaksi (pemred) Etilaat Roz, membagikan foto-foto kedua wartawan itu di media sosial.
Foto itu memperlihatkan bekas pukulan di punggung bawah, kaki, bahu dan lengan. Wajah kedua wartawan itu juga tampak memar dan terluka.
Ketika ditanya soal insiden itu, seorang menteri Taliban dalam pemerintahan baru mengatakan bahwa setiap serangan terhadap wartawan akan diselidiki.
Taqi Daryabi wartawan Etilaat mengatakan, insiden pemukulan itu membawa pesan mengerikan kepada media di Afghanistan, di mana pers yang independen telah berkembang dalam 20 tahun terakhir.
“Lima rekan kami ditahan di pusat penahanan selama lebih dari 4 jam, dan selama empat jam itu dua rekan kami dipukuli dan disiksa secara brutal,” katanya kepada Reuters pada Kamis (9/9/2021), sehari setelah kejadian.
Dia mengatakan kedua wartawan yang terluka dibawa ke rumah sakit dan dokter menyarankan mereka untuk beristirahat dua minggu.
Taliban sebelumnya berjanji untuk mengizinkan media beroperasi dan menghormati hak asasi manusia. Tapi insiden kekerasan sejak mereka berkuasa telah memicu keraguan di kalangan warga Afghanistan.
Daryabi mengatakan tujuh atau delapan orang memukuli mereka selama sekitar 10 menit.
“Mereka mengangkat tongkat dan memukuli kami sekuat tenaga. Setelah mereka memukuli kami, mereka melihat kami pingsan. Mereka membawa kami untuk dikurung di sel bersama beberapa orang lainnya,” kata dia.
Reuters seperti yang dilansir Antara, belum dapat memverifikasi pengakuannya secara independen.
Saat Taliban memerintah negara itu pada 1996-2001, tidak ada media yang independen dan internet masih dalam perkembangan. Sejumlah wartawan telah mengeluhkan adanya serangan sejak Taliban berkuasa lagi. Beberapa wanita mengatakan mereka tidak diizinkan untuk bekerja di sektor media.
Dalam pemerintahan Taliban yang pertama, perempuan dilarang bekerja dan bersekolah. Kelompok militan itu mengatakan dalam beberapa pekan terakhir bahwa perempuan akan diizinkan untuk bekerja dan belajar di perguruan tinggi berdasarkan aturan hukum syariat.
“Dengan keruntuhan pemerintah secara tiba-tiba, Etilaat Roz semula memutuskan untuk bertahan dan beroperasi dengan harapan tak akan ada lagi masalah besar bagi media dan jurnalis,” kata Daryabi.
“Namun dengan kejadian kemarin, harapan kecil yang saya miliki tentang masa depan media dan jurnalis di negara ini, hancur.”(ant/tin/ipg)