Dakwah dengan menggunakan platform digital atau dakwah online menjadi alternatif cara agar pemahaman agama dapat lebih diterima banyak orang, khususnya kalangan anak muda. Apalagi selama pandemi Covid-19, dakwah online lebih banyak digencarkan karena keterbatasan mengikuti pertemuan tatap muka.
Ustaz Heru Kusumahadi mengatakan, dakwah online dan dakwah tatap muka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Dakwah secara online memiliki daya penyebaran lebih besar karena bantuan teknologi. Terlebih jika segmentasi penerima dakwah adalah kalangan anak muda. Heru merasa, menggunakan platform digital lebih cocok karena kehidupan anak muda sekarang yang tidak bisa lepas dengan gadget.
Namun dakwah online juga memiliki beberapa tantangan, salah satunya konektifitas internet yang dapat membengaruhi makna dakwah itu sendiri.
“Apalagi nanti kalau koneksi putus, lalu wajah saya terpotong, penyampaiannya terpotong, nanti maknanya bisa berubah,” kata Ustaz Heru kepada Radio Suara Surabaya tepat para peringatan Hari Santri 2021 dengan tema “Santri Siaga Jiwa Raga”, Jumat (22/10/2021).
Sedangkan dakwah secara langsung, bagi penerimanya dirasa lebih mengena dan terserapi. Karena dengan bertatap muka langsung, baik gestur, intonasi dan cara penyampaiannya lebih mudah diterima karena memiliki kedekatan langsung antara penyampai dan penerima dakwah.
“Dengan kondisi ini ada dua pilihan, dakwah yang tersebar dan teresapi. Karena kontekstual kita mudah menyebar, makanya kita menggunakan platform digital,” ujarnya.
Namun kondisi pandemi memaksa para pendakwah untuk terus melakukan kreasi dan inovasi, agar konten dakwah dapat menyebar sekaligus dipahami secara benar oleh umat. Meskipun pendakwah harus menghadapi tantangan baru untuk meyakinkan masyarakat bahwa apa yang disampaikan sudah berdasar rujukan ilmu yang tepat.
“Makanya saya tunjukkan materinya ini, berdasarkan rujukan-rujukan yang muktabar, valid. Wilayah-wilayah itu mungkin kalau di google sulit ditemukan,” lanjut Heru.
Untuk itu, bertepatan dengan Hari Santri hari ini, ia mengingatkan bagi para santri yang sedang mendalami ilmu di pesantren untuk terus mengasah daya kreatifitas sekaligus daya kritis terhadap perkembangan teknologi.
“Harus kreatif menyesuaikan kondisi, kreatif memunculkan hal-hal baru. Tapi harus ada daya kritis agar orisinalitas itu tidak hilang karena di dunia digital informasi ini rentan sekali. Saringannya harus ketat apalagi bagi santri,” imbuhnya.(tin/ipg)