Wiku Adisasmito Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 mengatakan, terapi Plasma Konvalesen bisa diterapkan untuk mengobati pasien Covid-19 di Indonesia.
Merujuk hasil penelitian di Argentina terhadap sejumlah pasien berusia di atas 65 tahun, terapi transfusi darah mengandung antibodi penyintas Covid-19, bisa mencegah fatalitas.
Pasien yang mendapat plasma konvalesen dengan titer antibodi Sars Cov-2 tinggi, 72 jam sesudah munculnya gejala ringan, menunjukkan penurunan risiko gangguan pernapasan berat.
Gangguan pernapasan berat merupakan gejala Covid-19 yang paling sering menyebabkan pasien meninggal dunia.
Menurut Wiku, terapi pengobatan lewat transfusi darah itu sudah bisa diakses masyarakat di unit pelayanan Palang Merah Indonesia (PMI).
PMI juga memfasilitasi masyarakat yang mau menjadi donor plasma konvalesen.
Syarat pendonor diutamakan laki-laki. Sedangkan untuk wanita, ditentukan yang belum pernah hamil dan melahirkan anak.
Penyintas Covid-19 yang akan mendonorkan plasma darahnya, harus menunjukkan hasil test swab PCR negatif, dan bebas gejala Covid-19 selama 14 hari sesudah dirawat di rumah sakit atau isolasi mandiri.
“Saat ini terapi plasma konvalesen sudah dapat diakses masyarakat yang membutuhkan melalui Palang Merah Indonesia di pusat,” ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (7/1/2021).
Sebelumnya, Dokter Wiku menyatakan pemerintah melalui Satgas Covid-19 menyiapkan bank donor plasma konvalesen untuk terapi pasien.
Dia berharap, masyarakat Indonesia khususnya para penyintas Covid-19 mau berkontribusi menyumbang plasma darahnya, untuk meningkatkan angka kesembuhan.
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 menyatakan, upaya itu merupakan bentuk nyata semangat gotong royong, di mana masyarakat ikut berperan mengatasi pandemi.
Sekadar informasi, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan terapi plasma konvalesen untuk pasien Covid-19.
Tapi, terapi transfusi darah itu harus melalui uji klinis untuk mendapatkan data yang komprehensif sebagai pedoman tata laksana penyakit Covid-19 di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, semua teknologi kesehatan yang akan diterapkan untuk manusia harus melalui tahapan uji klinis.(rid/tin)