Jumat, 22 November 2024

Sukses Konservasi Terumbu Karang, Nelayan Bangkalan Tidak Kebingungan Mencari Ikan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) masyarakat nelayan di pesisir Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan. Foto: Istimewa

Setelah sekitar tujuh tahun melakukan penanaman kembali pohon mangrove, cemara laut, hingga konservasi terumbu karang yang dimulai pada 2017, masyarakat nelayan di pesisir Desa Labuhan, Kecamatan Sepulu, Kabupaten Bangkalan kini menuai hasil.

Kubah beton berongga sebagai media transplantasi terumbu karang saat ini juga menjadi rumah-rumah ikan yang dapat membantu peningkatan tangkapan ikan nelayan. Kawasan pesisir di Labuhan saat ini juga aman dari abrasi, melalui kegiatan konservasi mangrove dan Terumbu Karang.

Jauh sebelumnya, kerusakan terumbu karang menjadikan masyarakat nelayan merasa kesulitan untuk mendapatkan ikan, populasi ikan-ikan bernilai ekonomis bagi para nelayan lokasinya meyebar dan sulit ditebak.

“Dulu zona ikan seperti cumi masih liar, artinya masyarakat nelayan tidak mengetahui titik-titiknya. Karena posisi ikan cumi menyebar dan tidak terpusat di satu titik,” ujar Moh Sahril Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis), Selasa (14/12/2021).

Sahril menjelaskan, Taman Wisata Laut Konservasi Terumbu Karang kini menjadi favorit siswa hingga mahasiswa melakukan penelitian untuk kebutuhan makalah, skripsi, hingga sebagai camping ground.

“PHE WMO membawa kami untuk studi banding ke berbagai lokasi. Kini kesadaran masyarakat sudah 100 persen untuk menjaga kawasan ini. Dulu mangrove ditebagi untuk kayu bakar,” jelasnya.

Upaya pemulihan, perlindungan, dan pelestarian terhadap populasi terumbu karang di pesisir Desa Labuhan Kecamatan Sepulu Bangkalan berawal dari pengamatan pihak Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO) pada Februari 2016.

Hasilnya menunjukkan, sebagian koloni karang di perairan pesisir Desa Labuhan mengalami pemutihan atau bleaching. Sehingga secara umum, kondisi terumbu karang di pesisir Bangkalan utara itu diperkirakan berada dalam kategori buruk.

Kondisi itu lantas memantik PHE WMO untuk melakukan pemulihan dengan melakukan transplantasi karang yang dilakukan mulai 2017 dan 2019 di area seluas delapan hektare. Dengan harapan, mampu mempercepat regenerasi pertumbuhan terumbu karang yang semakin terdegradasi.

Sapto Agus Sudarmanto Manager WMO Field menyatakan, transplantasi dimulai melalui penanaman empat jenis terumbu dengan 480 fragmen atau bibit karang. Dampak saat ini adalah terjadi peningkatan spesies ikan dari 8 spesies menjadi 36 spesies ikan.

“Karena pertumbuhan terumbu karang sangat bagus dan semakin besar, ditambah modul beton berongga yang menjadi rumah ikan. Survival rate-nya naik sampai di angka 97 persen, sedangkan tingkat pertumbuhan nya bisa mencapai 19-22 centimeter per tahun,” kata Sapto.

PHE WMO menggandeng Yayasan Sosial Investment Indonesia untuk mengukur pendapatan masyarakat melalui Social Return of Investment (SRoI) dan mengetahui sejauh mana hasil pemberdayaan kawasan pesisir dan pelestarian lingkungan.

“Hasil kajian SRoI, tingkat pendapatan kelompok masyarakat dari Rp 1 menghasilkan Rp 4,2. Hal itu diukur dari segi lingkungan, ekonomi, sosial masyarakat, termasuk dari segi alam baik dari peningkatan flora dan fauna,” paparnya.

Bahkan sebelum pandemi Covid-19, lanjutnya, berdasarkan data Desa Labuhan menyebutkan keberadaan Taman Wisata laut Konservasi Terumbu Karang mampu menurunkan Rumah Tangga Miskin (RTM) hingga di angka 95 persen.

“Ini luar biasa sekali multiplier effect-nya. Tidak hanya kelompok pengelola wisata saja tetapi ada muncul juga UKM, ibu-ibu katering, warung-warung yang di luar lokasi terdampak karena ada pengunjung ke Eco Eduwisata ini,” pungkas dia.(faz/dfn)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs