Muhammad Fikser Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kota Surabaya mengatakan, sebagian besar keluhan warga di aplikasi “Wargaku” soal masalah infrastruktur fisik.
“Wargaku itu memang aplikasi untuk menampung keluhan warga. Data kami, keluhan itu lebih banyak di bidang fisik. Seperti jalan berlubang dan lain-lain,” ujarnya, Jumat (10/6/2021).
Fikser menyatakan itu di “Seminar Nasional Smart City, Creative Government: Membangun Ekosistem Digital Cettar bagi Pembangunan Jawa Timur”, yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jatim.
Sekadar informasi, Seminar Nasional tersebut digelar dalam rangkaian Rapat Kerja Wilayah (Rakerwil) AMSI Jatim 2021 di Hotel Royal Senyiur Prigen, Pasuruan, mulai 11-12 Juni besok.
Fikser memastikan, semua keluhan warga itu pasti akan direspons oleh setiap organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Karena notifikasi respons semua keluhan masyarakat itu langsung dipantau wali kota.
“Jadi setiap kali ada keluhan yang tidak direspons OPD, Pak Eri (Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya) langsung tahu dan langsung menegur. Bisa berkurang pendapatan OPD yang tidak merespons itu,” katanya.
Fikser memastikan, pengurangan gaji itu menjadi konsekuensi atas kurang responsifnya staf maupun Kepala OPD atas keluhan warga di aplikasi “Wargaku”. Tidak hanya jalan, termasuk masalah perizinan.
“Jadi semua berbasis kinerja. Kami dalam hal pelayanan memberikan perhatian tinggi kepada masyarakat. Soal sosialisasi pelayanan secara digital ini, saya kembalikan ke peran media,” ujarnya.
Pemkot Surabaya sendiri, kata dia, selalu menyiapkan video tutorial tentang penggunaan aplikasi tertentu supaya masyarakat memahami dan tahu bagaimana memanfaatkan layanan Pemkot Surabaya.
Dia pun mengajak media massa, terutama media siber, untuk turut mengenalkan apa saja layanan aplikasi dari Pemkot Surabaya yang bisa dimanfaatkan oleh warga Surabaya.
Diskominfo sendiri, kata dia, sudah membentuk Kelompok Informasi Masyarakat yang berfokus bagaimana semua layanan aplikasi itu bisa diketahui oleh semua warga di Kota Pahlawan.
“Memang kami sadari belum semua warga paham. Atau mungkin HP-nya belum mumpuni. Kalau seperti itu, warga bisa datang ke kelurahan atau ke kecamatan untuk dibantu,” katanya.
Pada kesempatan itu dia memastikan, sudah cukup banyak layanan publik yang sudah memanfaatkan aplikasi berbasis internet atau daring (dalam jaringan/online). Dia mengakui, untuk menjadi Smart City, tidak cukup mengandalkan aplikasi.
Sistem yang lebih besar, kata Fikser, perlu disiapkan oleh Pemkot Surabaya. Misalnya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) di Surabaya.
“Pak Eri saat ini meminta kami fokus mengembangkan aplikasi e-commerce untuk UMKM binaan Pemkot Surabaya yang memungkinkan ASN wajib membeli barang kebutuhan sehari-hari di aplikasi itu,” ujarnya.
Pemkot Surabaya akan menyupla suplai bahan baku UMKM binaan dari distributor yang bekerja sama dengan harganya lebih murah sehingga harga jual produk mereka menjadi lebih murah.
“Kemudian melalui dinas koperasi, produk-produk UMKM itu akan dipasarkan, termasuk ke toko kelontong binaan Disperindag. Ada 15 ribu ASN di Surabaya yang akan jadi konsumen tetap toko kelontong itu,” katanya.
Ada sejumlah aplikasi lain yang dibangun Pemkot Surabaya untuk melayani kepentingan masyarakat. Salah satunya dalam hal penanganan Covid-19, terutama untuk tracing pasien Covid-19.
Aplikasi Tracing ini real-time data dari rumah sakit di seluruh Surabaya. Data itu masuk ke kecamatan, didistribusi ke tiga pilar, lalu dilakukan tracing. Sehingga target minimal 25 kontak erat pasien bisa tercapai.
Tidak hanya itu, lewat aplikasi kondisi real tingkat keterisian tempat tidur Rumah Sakit itu Pemkot Surabaya bisa menjadikannya sebagai dasar analisis untuk menentukan kebijakan menekan angka Covid-19.(den/tin/iss)