Jumat, 22 November 2024

Sosiolog: Tarik Ulur Kebijakan Hidup Berdampingan dengan Covid-19 Mengurangi Respek Rakyat

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Kondisi pandemi di Indonesia. Foto : Antara

Dr. Agus Machfud Fauzi, Dosen Sosiologi Politik UNESA mengatakan, kebijakan pemerintah untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 merupakan flashback kebijakan sembilan bulan yang lalu, sebelum Pilkada 2020.

Kebijakan itu, menurut Agus, adalah doktrin negara kepada masyarakat, untuk tidak apa-apa kita hidup bersamaan dengan Covid-19. Upaya tersebut sebenarnya bagus untuk mencegah ketakutan rakyat yang berlebih, tapi dalam perkembangannya kita seakan tidak bisa hidup berdampingan dengan Covid-19. Kemudian ditambah adanya kebijakan PPKM Darurat yang cukup mengagetkan rakyat, turut mengubah paradigma rakyat dalam merespon kebijakan pemerintah.

“Perubahan paradigma yang dihadirkan pemerintah menjadikan rakyat tidak respek. Maksudnya di awal kita harus dianjurkan untuk menjaga protokol kesehatan dengan serius, kemudian hidup berdamai, kemudian serius lagi (PPKM Darurat),” ujarnya dalam program Wawasan Suara Surabaya, Selasa (14/9/2021).

Tarik ulur kebijakan seperti ini membuat masyarakat bertanya-tanya dan hanya akan meresponnya secara alamiah yang selaras dengan kondisi mereka, artinya rakyat tidak memiliki sikap yang baku dalam merespon pemerintah, namun Agus memiliki pandangan berbeda soal sikap masyarakat ini.

“Dalam artian tidak ada sikap yang baku namun lebih tepatnya pemerintah masih trial and error dalam membuat kebijakan jadi masih coba-coba mungkin ini tepat untuk rakyat, mungkin ini yang lebih tepat,” ujarnya.

Agus juga menambahkan terdapat perbedaan dalam respon rakyat dalam Idul Fitri 1441 H dan 1442 H juga dengan era new normal dan PPKM Darurat. Kedua kondisi tersebut memperlihatkan perbedaan respon rakyat yang masih tertib akan peraturan dan kesadaran untuk merespon  secara alami tergantung latar belakang kelas sosialnya.

Dosen Sosiologi ini juga melihat pemerintah memiliki rencana ingin menghadirkan event nasional yang nantinya memiliki tujuan bahwa kita harus berdamai dengan Covid-19, salah satunya adalah tema PON Papua, ia menjelaskan bahwa ini adalah ajakan optimis kepada masyarakat untuk berdampingan dengan Covid-19.

Akan tetapi ia juga berharap upaya dan regulasi pemerintah tidak berhenti sampai di event-event ini saja namun berlanjut hingga seterusnya, agar upaya dalam pencegahan virus ini menjadi legetimasi yang komprehensif terhadap kondisi serta keseharian rakyat.

“Semoga saja hal ini tidak berhenti pada persiapan PON saja, tetapi memang ini kebijakan yang berlanjut dan tidak muncul kemudian PPKM darurat secara tiba-tiba, yang menjadikan masyarakat relatif berbeda ketertibannya,” ucap Agus. Namun ia khawatir jika polanya berulang terus menerus masyarakat akan lebih abai dalam regulasi selanjutnya bahkan ketertibannya hanya sebatas legal formal.

Saat ditanya bahwa apakah masyarakat kita saat ini sudah tidak bisa ditekan secara terus menerus, Agus menjelaskan ada rasa optimis kepada masyarakat bahwa kita sudah bersikap secara dewasa dan Negara kita sudah merdeka selama 76 tahun.

Berbeda dengan zaman kolonial jika kita harus selalu tertib kepada setiap aturannya, Agus mengatakan bahwa eranya saat ini bahwa pemerintah harus berdaulat yang sifatnya adalah menyatu dengan rakyat dan membangun ruang demokrasi secara bersama.

“Sekarang itu adalah pemerintah berdaulat yang menyatu dengan rakyat, saran saya komunikasinya adalah mereka bukan menjadi bawahan, bukan menjadi jarak yang jauh tetapi membangun demokrasi yang bersama-sama,” imbuh Agus.

Dalam proses wawancara, Agus menilai pengambilan regulasi seharusnya berdasarkan kebutuhan bukan persepsi, ia memberikan contoh pada tahun 2020 saat regulasi pembatasan pertama kali dibentuk semua masyarakat tertib namun semua buyar karena tema new normal. Agus menganggap perspektif rakyat harus lebih dominan dalam meinjau regulasi.

Penilaian warna area wilayah jika semakin hijau maka level PPKM juga ikut menurun adalah hal yang kurang tepat bagi rakyat karena menurut dosen sosiolog tersebut bahwa rakyat menilai secara day to day, menit per menit terkait kebijakan yang terjadi.

Agus juga mengatakan bahwa pemerintah harus turut memberikan pengawasan dan sosialisasi terhadap wilayah yang berada pada level tertentu. “Jika pergerakan masyarakat pada semua wilayah sama saja padahal asesmen pada setiap wilayahnya berbeda, lalu di mana regulasinya? Itu hanya akan menjadi sebuah nama.”

Dalam kedepannya ia berharap masyarakat agar merespon positif kebijakan yang dibuat pemerintah, ia yakin bahwa pemerintah mengeluarkan kebijakan tidak untuk hal yang negatif kepad rakyat, namun ia menambahkan rakyat harus menyelami regulasi itu.

“Mengapa di daerah saya levelnya berbeda dengan daerah lain, baru dengan pemahaman seperi itu, pemerintah bisa mengajak untuk hidup berdampingan dengan Covid,” tutur Agus.

Terkait dengan dunia pendidikan Agus memberikan penekanan bahwa sudah satu tahun lebih kita tidak ada pertemuan tatap muka, ia berharap adanya dialog bersama untuk kedepannya agar pemerintah bisa mengatasi covid dan rakyat tidak terpapar Covid sehingga semuanya seiring sejalan.(wld/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs