Pemerintah mulai menerapkan kebijakan penebalan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Skala Mikro (PPKM Mikro) mulai hari ini, Selasa (22/6/2021), sampai 5 Juli mendatang. Dokter M Farid Dimyati Lusno Ahli Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair justru lebih mendukung penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kemarin, Senin (21/6/2021), Airlangga Hartarto Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) menyampaikan keterangan untuk publik melalui wartawan mengenai penerapan kebijakan penebalan PPKM Mikro ini setelah menghadiri rapat terbatas dengan Joko Widodo Presiden di Istana Negara, Jakarta. Kebijakan itu akan tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri).
Menurut Farid Dimyati Ahli Kesehatan Lingkungan Unair, PPKM Mikro atau PSBB memang sebenarnya tidak jauh berbeda. Sama-sama kebijakan untuk menekan laju penularan Covid-19. Hanya saja, kalau PSBB landasannya pada Undang-Undang 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dengan undang-undang kewenangan ada di kepala daerah untuk menggerakkan perangkat daerah. Kalau PPKM dasarnya Inmendagri.
“Kalau instruksi saja, ya, sifatnya seperti imbauan yang tidak memaksa seperti peraturan pemerintah. Jadi kekuatannya berbeda. Saya pribadi lebih mendukung PSBB daripada penebalan PPKM Mikro. Kalau kita menilai dari kuat tidaknya, ya, lebih kuat PSBB. Sebenarnya, apapun itu kalau bisa memaksimalkan aturan yang ada, saya kira tidak ada masalah,” ujarnya
Farid menekankan, yang penting adalah penerapan aturan atau kebijakan itu secara maksimal. Sehingga dengan demikian kebijakan itu mampu betul-betul membatasi kerumunan, mobilitas masyarakat, dan potensi-potensi penularan yang lain, dan harus mengacu pada waktu penularan Covid-19 terlama, yaitu 14 hari. Dia contohkan Wuhan yang menerapkan aturan ketat selama tiga bulan. Setelah itu, kasusnya sangat melandai.
“Hari ini dalam satu kampung tidak ada yang tidak meninggal karena Covid-19. Jadi tinggal menunggu saja, sampai di rumah tangga kita. Jadi kita harus peduli,” ujarnya. Penerapan PSBB bisa dilakukan, kata dia, diikuti dengan gotong-royong masyarakat. “Bukan kerja bakti bersama, tapi sama-sama melakukan pembatasan. Kita lihat lagi, apa ada di sekitar kita yang kekurangan makan? Karena kalau hanya pemerintah, tidak akan cukup,” ujarnya.
Penerapan PPKM Mikro, kata Farid, tidak akan berlaku efektif tanpa adanya ketegasan penerapan kebijakan ini di masyarakat. Kalau hal ini terjadi, kata dia, ekonomi sama saja akan berantakan. Pada intinya dia sampaikan juga kepada masyarakat, beraktivitas tidak masalah yang penting tetap dengan disiplin menerapkan jaga jarak, pakai masker secara benar, dan tidak perlu takut dengan aturan seperti PPKM Mikro maupun PSBB.
“Semakin takut, imunitas masyarakat akan turun. Jadi di tengah pelaksanaan kebijakan itu, masyarakat juga harus sadar untuk saling dukung,” ujarnya. Sementara bagi pemerintah dia meminta ada ketegasan antara penerapan PSBB atau PPKM Mikro. Apalagi PPKM Mikro saat ini berlaku tanpa mencabut aturan PSBB Kemenkes yang berpedoman pada UU Kekarantinaan Kesehatan.
“Jadi sekarang tinggal pemerintah daerah yang bisa memutuskan. Mau memberlakukan yang mana? Wuhan kenapa bisa terkendali, karena selama 3 bulan pertama mereka melakukan PSBB secara ketat atau yang disebu lockdown. Jam malam ada, pagi ada. Kantor dan sekolah ditutup,” ujarnya.(den)