Jumat, 22 November 2024

SMA Negeri di Surabaya Terapkan Pembelajaran Hybrid, Kendalanya pada Sarana

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ilustrasi. Pembelajaran tatap muka. Foto: Istimewa

Mamik Pujowati Wakil Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMA Negeri Surabaya menyatakan, agar pelaksanaan pembelajaran merata untuk semua siswa, di tengah pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas ini, SMA di Surabaya sedang mengupayakan pelaksanaan pembelajaran campuran (blended learning/hybrid), yakni pembelajaran secara luring maupun daring secara bersamaan.

Seperti diketahui, berdasarkan diktum kelima Instruksi Menteri Dalam Negeri tentang PPKM Level 4, 3, dan 2 di Jawa-Bali, sekolah yang ada di kabupaten/kota terkategori level 3 bisa menerapkan PTM terbatas dengan syarat yang sudah ditentukan. Karena itulah, Khofifah Gubernur Jatim memutuskan PTM terbatas di sekolah di kabupaten/kota level 3 doi Jatim bisa mulai dilaksanakan hari ini, Senin (30/8/2021).

Mamik Pujowati yang juga merupakan Kepala SMA Negeri 6 Surabaya mengatakan, saat ini sekolah yang dia pimpin sudah mulai menerapkan PTM terbatas. Ada 300 siswa yang mengikuti PTM di sekolah. Jumlah itu sekitar 33 persen dari total keseluruhan siswa di SMAN 6 Surabaya. Sementara, kata Mamik, pada saat berlangsungnya pembelajaran di sekolah, siswa lain juga mengikuti pembelajaran secara daring di rumah masing-masing.

“Kalau persiapan sarana (untuk pembelajaran tatap muka) insyaAllah kami sudah beberapa kali uji coba. Misalnya untuk ketersediaan hand sanitizer, tempat cuci tangan, tanda masuk dan keluar, juga keberadaan Satgas Covid-19. Untuk satgas ini, Satgas guru ada, Satgas siswa juga ada,” ujarnya ketika mengudara di Radio Suara Surabaya.

Untuk meminimalisir potensi yang mana siswa yang menjadi Satgas Covid-19 tidak bisa mengikuti pembelajaran, SMAN 6 Surabaya memilih sejumlah siswa untuk menjadi Satgas di masing-masing kelas.

Sementara, agar siswa bisa secara bergiliran mengikuti PTM terbatas, SMAN 6 membagi kelas itu menjadi dua kelompok. Ada kelompok A dan B yang akan masuk PTM terbatas secara bergiliran, terutama terdiri dari siswa kelas XII yang memang menjadi prioritas, dan sebagian kelas X. Sedangkan untuk siswa kelas XI, kata Mamik, seluruhnya akan mengikuti pembelajaran secara daring atau belajar dari rumah.

“Kami prioritaskan kelas XII, karena mendekati momen penting mau masuk perguruan tinggi,” ujarnya.

Masalahnya, pembelajaran campuran ini memang butuh sarana tambahan seperti kamera, jaringan internet, dan sarana lain untuk menunjang pembelajaran yang merata antara siswa yang tatap muka dengan yang belajar dari rumah sehingga tidak ada yang sampai tertinggal.

“Kami upayakan, kami laksanakan pembelajaran hybrid ini dengan sarana yang juga kami upayakan memadai. Sehingga guru bisa menyampaikan pelajaran dengan baik kepada siswa yang di sekolah dan sama baiknya diterima oleh siswa yang belajar dari rumah,” kata Mamik.

Sementara, secara umum, sarana yang dimiliki setiap sekolah di Surabaya dia akui memang berbeda-beda. Dengan kemampuan dan ketersediaan sarana yang berbeda-beda itulah, yang nantinya akan membedakan kualitas pembelajaran campuran ini.

Mamik yang menjadi pemimpin di SMAN 6 Surabaya pun saat ini juga terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan komite sekolah dan orang tua siswa agar mereka mau mendukung sekolah dalam hal peningkatan mutu pembelajaran. Salah satunya dalam hal penyediaan sarana yang lebih memadai. “Sudah ada bantuan dari orang tua untuk melengkapi sarana dan perbaikan-perbaikan,” katanya.

“Yang jelas, bapak ibu guru saat ini sudah pintar-pintar IT. Minimal mereka sudah bisa menguasai komputer, karena mau tidak mau mereka harus mengajar dengan modul seperti ini. Saya kira semua sekolah sudah memberikan pelatihan. Hanya memang sarana ini yang masih sebagian saja yang sudah memadai. Ini masih mempola, sehingga saya kira pembelajaran hybrid ini masih harus bertahap,” katanya.(den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs