Muhammadiyah menyerukan agar elit bangsa pusat sampai daerah melakukan gerakan kolektif keteladanan dalam berbangsa dan bernegara.
Hal ini disampaikan Haedar Nashir Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyambut Hari Raya Idulfitri yang akan jatuh pada Kamis (13/5/2021).
“Muhammadiyah mengajak seluruh warga bangsa lebih-lebih para elit bangsa, elit di negeri tercinta ini dan memimpin pemerintahan dari pusat sampai daerah untuk melakukan gerakan kolektif keteladanan dalam berbangsa dan bernegara,” ujar Haedar dalam keterangannya.
Berkaitan dengan mudik di Hari Raya Idulfitri, Haedar juga mengatakan perlu kesadaran kolektif demi kepentingan keluarga.
“Termasuk dalam konteks mudik tentu harus ada kesadaran kolektif kita. Ketika pemerintah melarang, maka kita bisa menunda atau juga bersabar untuk tidak mudik demi kepentingan kita, keluarga dan masyarakat luas,” jelasnya.
Muhammadiyah berharap pemerintah juga konsisten agar kebijakan melarang mudik itu juga disertai dengan pengendalian seluruh kegiatan-kegiatan publik yang memancing atau memberi potensi bagi kerumunan massa.
“Tempat wisata, ruang-ruang publik dan lain sebagainya agar ada pendekatan dan langkah yang menyeluruh, simultan. Sebab, kalau mudik saja dibatasi, sementara yang lain tidak kan sebenarnya juga akan menimbulkan masalah,” tegasnya.
Kata Haedar, Muhammadiyah percaya bahwa nilai-nilai luhur konsep-konsep kebijakan normatif dalam kehidupan kebangsaan dan kenegaraan semuanya positif.
Bahkan Pancasila sebagai dasar negara semuanya dalam konstruksi yang sangat fundamental untuk menjadi dasar nilai dan norma dari sila pertama sampai sila terakhir yang ke-5. Tetapi, bagaimana mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, konstitusi, nilai agama dan kebudayaan luhur bangsa yang menjadi kekuatan Indonesia itu perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam urusan publik dan kebijakan berbangsa bernegara.
Satu diantaranya adalah gerakan keteladanan, kata sejalan tindakan para elit negeri diharapkan amanah, jujur terpercaya, kemudian juga tidak menimbulkan polemik demi hal-hal yang bersifat populisme.
“Atau hal-hal lainnya, juga tidak menyebar pernyataan,-pernyataan yang meresahkan, menimbulkan konflik atau perbedaan yang semakin tajam antar komponen bangsa, serta tentu saja memberi contoh bagaimana kalau di pemerintahan menciptakan good governance, bahwa memerintah ini tidak untuk satu kelompok, satu golongan tertentu. Jangan menyalahgunakan untuk kepentingan diri, kroni apalagi golongan sendiri baik dalam konteks politik ekonomi agama dan lain sebagainya,” kata Haedar.
Dia menegaskan, saatnya semua introspeksi di bulan suci ini agar semua belajar secara bersama-sama menjadi suri teladan bagi rakyat.
“Kata pepatah ‘ikan busuk dimulai dari kepala’. Jadi kalau para elit negeri, elite bangsa, elite masyarakat tidak memberi Uswa Hasanah teladan yang baik maka tentu masyarakat juga tidak akan berperilaku baik dan mungkin juga akan mengikuti apa yang ada di para elit nya,” ungkapnya.
Gerakan keteladanan bersama menjadi sangat penting dengan membangun sistem yang kuat.
“Yakin bahwa Idulfitri akan menjadi momentum kita seluruh warga bangsa dan bangsa untuk introspeksi diri. Bangsa ini harus maju, menjadi contoh dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Maka jadikan puasa dan Idulfitri bagi kaum muslim untuk menjadi aktor-aktor pembawa perubahan menuju kemajuan. Kita bangun bangsa ini menjadi bangsa maju, tetapi maju berdasar pada nilai-nilai agama, Pancasila dan kebudayaan luhur bangsa, bukan maju yang serba pragmatis oportunistik, apalagi kemudian lepas dari bingkai nilai, itulah pesan kami,” pungkas Haedar.(faz/frh/ipg)