Mukhamad Misbakhun anggota Komisi XI DPR kembali menyuarakan pembelaannya terhadap para petani tembakau.
Berbicara pada rapat kerja Komisi XI DPR dengan Sri Mulyani Menteri Keuangan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Misbakhun mempersoalkan rencana pemerintah menaikkan cukai rokok rata-rata 12 persen per 1 Januari 2022.
Dia mengatakan, pemerintah memang menggunakan masalah kesehatan sebagai alasan menaikkan cukai rokok.
“Saya tidak pernah dan tidak ingin menyangkal alasan kesehatan,” ujar Misbakhun dalam keterangannya, Kamis (16/12/2021).
Legislator Partai Golkar itu menyinggung kontribusi tembakau bagi APBN.
Menurutnya, petani tembakau yang memberikan sumbangsih bagi APBN justru tidak pernah menerima perlakuan khusus dari negara, bahkan sering didera kampanye negatif.
Padahal, kata Misbakhun, selama 10 tahun terakhir ini cukai rokok memberikan sumbangsih signifikan bagi penerimaan negara.
Dia menyebutkan kontribusi para petani tembakau membuat para pejabat Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) menerima pembayaran tunjangan.
“Seratus persen bisa dibayarkan,” tegasnya.
Tak hanya itu, sumbangsih para petani tembakau juga membuat negara mampu mengurangi beban utang luar negeri.
Misbakhun menyatakan ada jasa para petani tembakau yang tidak boleh dilupakan dalam capaian itu.
“Itu semua di atas penderitaan para petani tembakau,” tegasnya.
Wakil rakyat asal daerah pemilihan Pasuruan dan Probolinggo itu memerinci target penerimaan cukai pada 2022 sebesar Rp 193,53 triliun.
Namun, kata Misbakhun, di Kementerian Pertanian (Kementan) justru tidak ada alokasi anggaran untuk membantu petani tembakau.
“Mereka tidak pernah mendapatkan bantuan alat pertanian, subsidi pupuk, subsidi bibit, subsidi pestisida, tetapi merekalah orang yang berkorban paling besar di dalam mata rantai industri ini. Tidak ada satu mention pun ucapan terima kasih dari pemerintah kepada mereka,” kata Misbakhun.
Misbakhun menambahkan para petani tembakau pun ingin menyekolahkan anak-anak mereka setinggi mungkin.
Petani tembakau, katanya, juga ingin anak-anak mereka menjadi dokter.
“Mereka menyekolahkan anaknya di fakultas ekonomi, mungkin suatu saat menjadi menteri keuangan juga seperti Ibu (Sri Mulyani, red). Ini harus menjadi kampanye yang harus disampaikan kepada pemerintah. Bahwa tembakau ini ada sisi positifnya dari sisi penerimaan,” tegasnya.
Misbakhun mengaku bukan perokok. Namun, dia menegaskan komitmennya untuk terus membela petani tembakau.
Dia menyatakan, selama ini industri hasil tembakau (IHT) terbebani oleh cukai. Sebab, di setiap batang rokok ada 57 persen komponen cukai.
Namun, besarnya pungutan cukai tidak menetes ke petani tembakau. Misbakhun berharap para petani tembakau mendapat perlakuan adil dari pemerintah.
“Ke depan, menurut saya, kita harus lebih berimbang. Saya ingin ada keseimbangan, ada regulasi yang lebih berpihak pada kepentingan petani tembakau. (Karena) ada pabrikan rokok kecil di mana mereka industri rumahan,” ujarnya.(faz/den)