Jumat, 22 November 2024

PWI: Wartawan Tidak Tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI) Atal S. Depari. Foto: Antara

Atal S. Depari Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menegaskan, wartawan tidak tunduk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan saat melaksanakan tugas jurnalistik.

“Kami berpendapat, maksud UU Ketenagakerjaan adalah adanya label pengakuan kompetensi kerja melalui sertifikasi kompetensi kerja dari BNSP, sedangkan wartawan punya aturan khusus dan kode etik yang diatur di dalam UU Pers,” kata Atal melalui keterangan tertulis, Minggu (17/10/2021).

Seperti dilaporkan Antara, pernyataan itu adalah tanggapan Atal terhadap anggapan para pemohon yang mengadukan bahwa Dewan Pers melakukan praktik ultra vires, atau tindakan di luar batas kewenangan.

Salah satu tindakan di luar batas menurut para pemohon itu adalah kewenangan Dewan Pers melaksanakan Uji Kompetensi Wartawan yang dianggap melanggar UU Ketenagakerjaan 13/2003.

Menurut para pemohon, yang berwenang melakukan uji kompetensi sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Pers, yang dimaksud wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik.

Oleh karena itu, UU Pers adalah lex specialis untuk profesi wartawan dan tidak bisa disamakan dengan tenaga kerja lain seperti dimaksud UU Ketenagakerjaan.

Atal juga mengeklaim, ada kesesatan pemahaman pada para pemohon yang menyamakan profesi wartawan dengan tenaga kerja lain yang terikat dengan UU Ketenagakerjaan.

Dia pun meluruskan bahwa yang benar, Uji Kompetensi Wartawan dilakukan oleh Dewan Pers, sesuai tugas dan fungsinya, untuk meningkatkan kualitas kewartawanan berdasarkan UU Pers.

“Apakah profesi Dokter dan Advokat dapat disamakan dengan tenaga kerja yang harus ikut sertifikasi BNSP? tidak, karena profesi Dokter dan Advokat adalah profesi khusus yang diatur secara khusus (lex specialis) dalam UU Praktik dan UU Advokat,” kata Atal.

Dia pun berpendapat, para pemohon menundukkan diri secara sukarela sebagai tenaga kerja dengan mendirikan LSP untuk melaksanakan Sertifikasi Profesi Wartawan sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2016 Tentang Sistem Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional.

“Para pemohon tidak layak lagi mengaku sebagai wartawan karena menginginkan campur tangan BNSP untuk melakukan sertifikasi Profesi Wartawan, karena profesi Wartawan sudah diatur khusus dalam UU Pers,” imbuhnya.

Menurut Atal, seharusnya para pemohon mengikuti keputusan Dewan Pers sebagai lembaga independen sebagai penjaga kemerdekaan pers yang melindungi kebebasan pers dari campur tangan pihak lain.

Termasuk di antaranya campur tangan dari pemerintah, sebagaimana sudah ditegaskan di dalam Pasal 15 ayat (1) UU Pers.(ant/wld/den)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs