Jumat, 22 November 2024

Pos Indonesia Kini Tak Lagi Soal Surat Menyurat

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Ilustrasi mengirimkan surat. Foto: Freepik

Sejarah mencatat keberadaan Pos Indonesia begitu panjang, Kantor Pos pertama didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jenderal G.W Baron van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 era VOC. Mengutip situs Pos Indonesia, waktu itu tujuan didirikan kantor pos untuk menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke Negeri Belanda.

Lalu di tahun 1875 dinas pos disatukan dengan dinas telegrap dengan status jawatan bernama Posten Telegrafdienst.

Kiagus Muhammad Amran, Kepala Pos Indonesia Regional 5 Wilayah Jatim, Bali, NTB dan NTT mengatakan, PN POS diambil alih pengelolaannya dari tangan Jepang di tahun 1945, dan namanya berubah menjadi PN Postel (Pos dan Telekomunikasi).

“1965 PN Pos dipecah jadi PN Pos dan PN Telkom. Kemudian berubah status lagi jadi perusahaan umum pos dan giro terakhir jadi PT POS Indonesia tahun 1975,” kata Amran saat dihubungi Radio Suara Surabaya, Sabtu (9/10/2021).

Sejak saat itu hingga sekarang PT Pos terus bergeliat mengembangkan unit-unit bisnisnya meskipun usianya tak lagi muda. Amran menambahkan, Pos Indonesia adalah institusi bisnis tertua di Indonesia yang eksis sampai sekarang.

Perubahan zaman dan perkembangan teknologi yang begitu pesat, diakui Amran membuat persaingan antara pos swasta baik asing maupun domestik menjadi sangat ketat. Namun ini menjanjikan potensi pengembangan bisnis yang cukup besar.

“Dulu kami menangani pengiriman surat tertulis, sekarang dengan perkembangan e-commerce pengiriman barang dagangan meningkat dan memberikan dampak positif. Kalau dulu kami hanya fokus ngurusin surat barang kali sudah mati perusahaan ini,” ujarnya.

Menjawab tantangan zaman tersebut, Amran menambahkan, Pos Indonesia saat ini sudah merambah ranah digital dengan menghadirkan aplikasi di antaranya Pos Aja dan Post Pay.

Perubahan teknologi diakuinya adalah perubahan yang paling signifikan dialami Pos Indonesia. Dari yang dulunya masih manual sekarang sudah dibantu teknologi.

“Kalau dulu dikenal dengan wesel pos. Ditulis di kartu Rp100 ribu, kartu itu dibawa dari Surabaya ke Medan sampai sana baru bisa dicairkan. Dengan teknologi tinggal pertukaran data saja, kita gak lagi mengirim fisik kartu. Kami kirim data, dana itu langsung bisa dicairkan di sana,” terangnya.

Di tengah persaingan bisnis ekspedisi yang makin menjamur, Pos Indonesia kembali harus memutar otak agar bisa bersaing dengan jasa ekspedisi asing yang punya modal kuat. Amran menjawab tantangan ini bisa dilewati dengan cara berkolaborasi.

“Kita gak bisa main sendiri, harus kolaborasi. Kami gak akan bisa bersaing apple to apple dengan perushaan asing yang modalnya besar. Jaringan kami luas dan kuat, kami bermitra dengan perusahaan itu,” imbuh Amran.

“Kami terbuka dengan pemain di bisnis kurir dan kita menyesuaikan diri dengan mengembangkan aplikasi dan berupaya bisa hadir di marketplace, agar bisa menikmati kue take over yang sangat cepat perkembangannya,” terusnya.

Sejalan dengan tema Hari Pos Internasional 2021 yaitu Innovate to Recover, Pos Indonesia juga hadir untuk membantu pemulihan ekonomi akibat dampak Covid-19. Pihaknya pun berharap agar para pelaku bisnis bisa mengembangkan usahanya sampai ke luar negeri.

“Kami harap layanan yang kami punya bisa mendorong para pemain bisnis online di Indonesia mengembangkan bisnisnya di luar negeri. Bisa kita bantu dalam distribusinya. Tarifnya kompetitif dengan jaringan pos di mana-mana bisa menjangkau seluruh pelosok dunia,” pungkasnya.(dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs