Jumat, 22 November 2024

Pengguna Lagu dan Musik di Tempat Ini Bakal Dikenai Royalti

Laporan oleh Dhafintya Noorca
Bagikan
Dwiki Dharmawan ketika tampil di JTF 2016. Foto : dok JTF

Joko Widodo Presiden menandatangani PP Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu Dan/Atau Musik pada 30 Maret 2021. Dalam PP Nomor 56 Tahun 2021 Pasal 3 tertulis, “Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN (Lembaga Manajemen Kolektif Nasional).”

Royalti yang dimaksud adalah imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima pencipta atau pemilik hak terkait.

Sementara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah lembaga bantu pemerintah nonAPBN yang dibentuk menteri berdasarkan undang-undang mengenai Hak Cipta. LMKN berwenang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti serta mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait di bidang lagu dan/atau musik.

Pengguna lagu dan musik secara komersial yang dimaksud di pasal tersebut meliputi seminar dan konferensi komersial, restoran, kafe, pub, bar, distro, klub malam, diskotek, konser musik, pesawat, bus, kereta api, kapal laut, pameran dan bazar, bioskop, nada tunggu telepon, bank dan kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, lembaga penyiaran radio, hotel, kamar hotel dan fasilitas hotel serta usaha karaoke.

Melalui peraturan ini, kata Dwiki Dharmawan selaku Ketua Umum Lembaga Manajemen Kolektif Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) menyampaikan, para pemakai lagu dan musik seperti restoran, kafe, bioskop hingga pertokoan yang mendayagunakan lagu karya cipta secara komersial diwajibkan untuk membayar royalti. Kendati demikian, dia berharap peraturan pemerintah ini segera ditindaklanjuti oleh menteri-menteri terkait agar pengelolaan royalti bisa berjalan lebih lancar.

“Saat ini Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sudah terbentuk dan sudah banyak Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang berdiri. LMK terbagi menjadi dua, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait,” terang Dwiki dilansir Antara, Selasa (6/4/2021).

LMK Hak Cipta, seperti Wahana Musik Indonesia (WAMI) dan Karya Cipta Indonesia (KCI), menghimpun dan mendistribusikan royalti pencipta atau pemegang hak cipta dari karya yang didaftarkan. LMK Hak Terkait seperti Anugrah Royalti Dangdut Indonesia (ARDI), Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (PAPPRI) dan PRISINDO, menghimpun dan mendistribusikan royalti pelaku pertunjukan seperti musisi dan produser dari karya yang didaftarkan.

Para pencipta lagu, penyanyi, pemusik hingga pelaku pertunjukan harus menjadi anggota salah satu Lembaga Manajemen Kolektif untuk mendapatkan hak ekonomi, termasuk royalti. Insan musik yang punya peran ganda sebagai pencipta lagu dan penampil bisa tergabung dalam dua LMK, yakni LMK Hak Cipta dan LMK Hak Terkait.

LMKN akan menagih royalti dari para pemakai, mengacu dari Sistem Informasi Lagu dan Musik (SILM), sistem informasi dan data yang digunakan dalam pendistribusian royalti lagu dan musik.

“Sistem Informasi Lagu dan Musik itu misalkan diterjemahkan oleh (pengusaha bisnis) karaoke dengan memberikan logsheet dari pemakaian lagu-lagu, itu dilaporkan kepada LMKN,” ujarnya.

Sama halnya seperti restoran, hotel hingga konser yang melaporkan daftar lagu yang diputar untuk publik dalam logsheet kepada LMKN, sehingga pihak-pihak yang berhak akan mendapatkan royalti.

LMKN kemudian mendistribusikannya kepada LMK yang lantas membagikannya kepada para anggota.(ant/dfn/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs