Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Hukum Sayangkan Kasus Istri Marahi Suami karena Mabuk Sampai Masuk Pengadilan

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi.

Hwian Christianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Surabaya menyayangkan kasus istri yang dituntut satu tahun penjara, hanya karena memarahi suaminya yang suka mabuk-mabukan di Karawang, Jawa Barat.

Menurut Hwian, kasus tersebut seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan karena masih ada di ranah domestik, sehingga tidak perlu sampai dibawa ke pengadilan.

“Sebenarnya ini tidak perlu karena perbuatan yang masih dalam lingkup domestik dan tidak perlu pidana. Ketentuan pidana ini harus hati-hati jangan serta merta dilaporkan,” jelas Hwian kepada Radio Suara Surabaya, Jumat (19/11/2021).

Ia juga menyangkan tindakan aparat penegak hukum yang meloloskan kasus ini sehingga masalah yang seharusnya selesai secara kekeluargaan malah diloloskan menjadi kasus pidana.

Menurutnya, hukum memang memerlukan kepastian. Tapi kepastian hukum tanpa adanya unsur kepekaan terhadap kasus hanya akan memunculkan ketidakadilan yang lain.

“Ini hal yang membuat kita belajar bersama-sama, bahwa tidak semua perkara bisa masuk pidana. Mengejutkan, karena penegak hukum sebenarnya punya kebijakan untuk meneruskan kasus atau tidak,” paparnya.

Ia menyebut ada empat lapisan yang terlibat dalam kasus ini, yakni mulai dari lingkup keluarga, penyidik kepolisian, kejaksaan dan hakim. Hwian menyesalkan, kasus tersebut terus diproses hingga hakim memberikan putusan satu pidana penjara.

Apalagi, korban yang bernama Valencya sebelumnya sudah terlibat kasus dengan suaminya CYC yang merupakan warga Taiwan. Valencya melaporkan CYC atas penelantaran istri dan anak. CYC lalu melakukan persidangan di Pengadilan Negeri Karawang.

Namun dalam prosesnya, CYC malah membalas melaporkan Valencya ke PPA Polda Jabar pada September 2020 lalu karena melakukan pengusiran dan tekanan psikis terhadapnya.

Atas laporan tersebut, dalam sidang dengan agenda penuntutan di PN Karawang, 11 November 2021 kemarin, Glendy Rivano Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan satu tahun penjara untuk Valencya.

Tak pelak, Valencya menyatakan keberatan atas tuntutan jaksa tersebut.

“Saya keberatan yang mulia, apa yang dibacakan tidak sesuai fakta, masa hanya karena saya mengomeli suami yang suka mabuk-mabukan saya jadi tersangka dan dituntut satu tahun penjara,” kata Valencya.

Menurut Hwian, pengadilan tidak serta merta memproses kasus hukum secara legal formal saja, namun juga harus memiliki sense of crisis (kepekaan) terhadap situasi yang terjadi yang menimpa korban.

“Hakim sebagai institusi memberikan penekanan, dia harus mempertimbangkan kondisi perempuan dan anak,” ujarnya.

Kasus ini pun viral di berbagai media dan mendapat berbagai tanggapan dari masyarakat, termasuk para pendengar Radio Suara Surabaya.

“Yang betul memang disambut diberikan minum air panas dan mandi air panasm biar meloncot semua. Harusnya penegakan hukum juga dilihat kronologinya,” kata pendengar Hengky Lesmana (45 tahun).

“Kalau hukum dibuat normatif jadinya seperti ini. Perkara kecil seperti itu bisa dituntut setahun. Ada kejanggalan kok bisa itu diloloskan, seharusnya tidak perlu dinaikkan ke pengadilan,” kata pendengar Sueb (55 tahun).

“Ini menunjukkan betapa memilukan sistem peradilan. Saya juga menikah dengan WNA tapi untungnya baik,” kata pendengar Evie Yuliati (38 tahun).

Setelah kasus tersebut ramai diperbincangkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) pun akhirnya mengambil alih kasus tersebut. Kejagung juga akan melakukan pemeriksaan fungsional terhadap jaksa yang menangani perkara tersebut.

Selain itu, khusus terhadap Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, untuk sementara ditarik ke Kejaksaan Agung. Hal ini demi memudahkan pelaksaan pemeriksaan fungsional oleh Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan. (tin/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs