Jumat, 22 November 2024

Pemerintah Perlu Dukungan Multisektor untuk Menangani Kanker di Tanah Air

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi kanker ginjal. Foto: Freepik

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus melakukan kampanye untuk mengajak masyarakat mengubah perilaku dalam rangka mencegah kanker.

Selain itu, Kemenkes menerbitkan berbagai regulasi kesehatan, untuk menciptakan kondisi lingkungan sehat yang bisa meminimalisir potensi munculnya suatu penyakit.

Cut Putri Arianie Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes mengatakan, upaya pemerintah itu harus mendapat dukungan berbagai sektor.

“Apa yang Pemerintah lakukan harus didukung oleh multisektor. Karena, determinan kesehatan sangat luas, seperti masalah politis, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya,” ujarnya kepada suarasurabaya.net, Rabu (3/2/2021).

Menurut Dokter Cut Putri, penyakit kanker sampai sekarang belum diketahui penyebab pastinya.

Tapi, ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi, antara lain lifestyle, lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik.

Lifestyle yang menjadi faktor risiko kanker misalnya kebiasaan merokok, terpapar zat karsinogenik, tinggi konsumsi gula, garam, lemak (GGL), kurang aktivitas fisik, dan obesitas,” paparnya.

Khusus untuk faktor genetik, Dokter Cut Putri menekankan perlunya penguatan pencegahan risiko, dengan penerapan pola hidup sehat.

Sedangkan dari sektor lingkungan, Kemenkes berupaya mengendalikan hal-hal yang berpotensi jadi pemicu kanker.

“Mulai dari kebijakan pengendalian konsumsi rokok, pengendalian peredaran makanan yang tinggi GGL, ketersediaan pangan sehat dan bebas pestisida, ketersedian ruang terbuka hijau untuk sarana aktivitas fisik, dan sebagainya,” imbuhnya.

Sementara itu, terkait upaya penanganan pasien kanker, Kemenkes sudah menyediakan pelayanan kesehatan dengan sarana prasarana yang memadai, obat-obatan, alat kesehatan, dan sumber daya manusia yang kompeten.

“Kami melakukan upaya kuratif dengan pengobatan sesuai standar, dan rehabilitatif untuk mencegah kecacatan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Direktur P2PTM menyebut pentingnya pemeriksaan berkala faktor risiko. Karena, semakin cepat diketahui, suatu penyakit akan semakin mudah diobati.

“Semua golongan penyakit tidak menular tidak ada kata sembuh. Tapi, terkontrol sepanjang patuh minum obat atau berobat,” pungkasnya.

Sekadar informasi, kanker merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia.

International Agency for Research on Cancer (IARC), badan internasional penelitian kanker bentukan badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah penderita kanker di dunia mencapai 30,2 juta pada tahun 2040.

Berdasarkan data Globocan, basis data online dari IARC yang diperbarui tanggal 14 Desember 2020, jumlah kasus baru kanker di Indonesia mencapai 396.914.

Jumlah kematian akibat kanker sebanyak 234.511, dan jumlah keseluruhan (prevalensi) kasus dalam lima tahun sebanyak 946.088.

Data Globocan juga merinci lima jenis kanker paling banyak diderita laki-laki, yaitu Paru-paru 25.943 (14,1 persen), Colorectum/Usus Besar 21.764 (11,9 persen), Liver 16.412 (9 persen), Nasopharynx/Tenggorokan 15.427 (8,4 persen), Prostat 13.563 (7,4 persen), dan jenis lainnya 90.259 (49,2 persen).

Sedangkan jenis kanker yang paling banyak diderita perempuan, Payudara 65.858 (30,8 persen), Cervix Uteri/Leher Rahim 36.633 (17,2 persen), Ovarium 14.896 (7 persen), Colorectum/Usus Besar 12.425 (5,8 persen), Thyroid 9.053 (4,2 persen), serta jenis lainnya 74.681 (35 persen).(rid/tin/lim)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs