Pemerintah masih menunggu regulasi resmi soal penyelenggaraan ibadah umrah 1443 Hijriah dari otoritas Arab Saudi yang sebelumnya mengumumkan akan membuka umrah untuk jamaah internasional.
“Pemerintah dan asosiasi PPIU bersepakat untuk lebih memprioritaskan penanganan Covid-19 di dalam negeri sambil menunggu regulasi teknis penyelenggaraan ibadah umrah secara resmi dari Arab Saudi,” ujar Khoirizi Plt. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag dalam keterangan tertulis yang dilansir Antara, Sabtu (31/7/2021).
Menurut Khoirizi, pihaknya hari ini telah menggelar pertemuan daring dengan Kemenlu, Kemenhub, Kemenkes, Kemenpar, Polri, KJRI Jeddah, serta lembaga negara yang terkait lainnya untuk mendiskusikan penyelenggaraan umrah di masa pandemi dengan asosiasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Pertemuan ini menyepakati tentang pentingnya penyempurnaan SOP penyelenggaraan ibadah umrah di masa pandemi. Penyempurnaan dilakukan pada sejumlah aspek, termasuk skema vaksinasi, karantina, PCR, pemberangkatan satu pintu, pengaturan keberangkatan.
Pemerintah sendiri masih bersikap abu-abu apalah akan memberangkatkan umrah pada tahun ini atau tidak. Kondisi itu dilandaskan karena situasi pandemi Covid-19 di Tanah Air yang masih tinggi.
Pemerintah ingin memprioritaskan penanganan Covid-19 terlebih dahulu di dalam negeri. Kendati demikian, Kementerian Agama juga masih melakukan lobi-lobi kepada otoritas Arab Saudi.
“Dubes Saudi juga mengatakan bahwa pihaknya masih memantau perkembangan Covid-19. Penanganan pandemi adalah hulunya, bagaimana kita berupaya menurunkan kasus Covid-19. Untuk itu, disiplin prokes 5M dan vaksinasi menjadi kunci,” kata dia.
Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali menilai penyelenggaraan umrah di masa pandemi cukup berat baik secara teknis, persiapan, maupun kesiapan di Arab Saudi.
Saat ini, kata Endang, sejumlah negara seperti Pakistan dan India, juga sedang memikirkan ulang terkait rencana penyelenggaraan umrah di masa pandemi, karena angka kenaikan Covid-19 masih tinggi di negaranya masing-masing.
“Lebih baik kita fokus ke penanganan Covid-19 terlebih dahulu,” kata dia.
Soal persyaratan seperti harus karantina 14 hari di negara ketiga bagi sembilan negara termasuk Indonesia dan penambahan satu dosis vaksin Booster juga menjadi permasalahan tersendiri. Biaya perjalanan bakal semakin membengkak.
Belum lagi saat harus transit di negara tiga, jamaah harus mengeluarkan dana untuk membayar asuransi kesehatan, tes PCR tambahan, tiket transit, dan hal tak terduga lainnya.
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu Judha Nugraha menyatakan bahwa transit di negara ketiga juga tidak membuat perlindungan jamaah menjadi lebih baik.
“Sebab, bisa jadi negara ketiga yang dituju juga sedang fokus dalam penanganan pandemi di wilayahnya. Bisa jadi, mereka juga tidak setuju menjadi tempat transit,” kata dia.(ant/iss)