Sabtu, 23 November 2024

Pajak Alkes dan Obat yang Tinggi Picu Mahalnya Biaya Rumah Sakit di Indonesia

Laporan oleh Agustina Suminar
Bagikan
Ilustrasi. Unit Hemodialisis Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya (Unair). Foto: rumahsakit.unair.ac.id

Beberapa waktu yang lalu, Sandiaga Salahuddin Uno Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) mengatakan, total belanja wisata medis masyarakat Indonesia ke luar negeri mencapai Rp11 triliun per tahun. Ini menunjukkan, masih banyak masyarakat di Indonesia yang lebih memilih berobat ke luar negeri daripada rumah sakit dalam negeri.

Menurut dr. Didi Dewanto SpOG Koordinator Wilayah Persatuan Rumah Sakit (Korwil Persi) Surabaya, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab masyarakat lebih memilih berobat ke luar negeri. Salah satunya adalah biaya pengobatan di sana yang lebih murah.

Kata dr. Didi, penyebab mahalnya biaya pengobatan di Indonesia dipicu pajak yang besar terhadap alat kesehatan maupun obat-obatan.

“Ada cost yang lebih mahal. Nah, ini kita sampaikan ke pemerintah. Beberapa obat, alkes, itu mereka (meminta agar) tax-nya (pajaknya) kecil, atau bahkan tidak ada tax dari pemerintah. Nah, itu yang membuat mereka bisa menekan cost,” kata dr. Didi kepada Radio Suara Surabaya, Senin (20/9/2021).

Menurutnya, selama ini alat kesehatan mahal karena tergolong barang mewah, sehingga pajak yang diberikan cukup besar. Begitu juga soal obat-obatan yang menurutnya perlu dikenai pajak minimal atau bahkan dibebaskan pajak untuk menekan harga obat.

“Karena alat medis kita termasuk barang mewah. Obat pun hampir sama. Pabrik kita untuk obat luar biasa sebenarnya. Kita bisa diadu, head to head secara ilmiah (dengan obat-obatan dari luar negeri),” lanjutnya.

Untuk itu, ia berharap rencana wisata medis di Surabaya ini diikuti dengan penurunan pajak agar biaya pengobatan di dalam negeri dapat lebih ditekan.

Ia mencontohkan biaya program bayi tabung di Indonesia, yang lebih mahal hampir dua kali lipat dibanding Malaysia dan Vietnam.

“Misalnya layanan bayi tabung. Di Surabaya, kita masih di angka Rp70-80 juta. Sedangkan di Malaysia bisa Rp40-50 juta. Apalagi Vietnam yang standar sosialis pemerintah berperan sangat kuat. Layanan bayi tabung Rp25 juta, Rp40 juta sudah selesai,” ungkapnya.

Alasan kedua mengapa banyak masyarakat memilih berobat ke luar negeri, yakni karena pelayanan yang lebih maksimal.

Dokter Didi menekankan, rumah sakit di Indonesia perlu lebih giat lagi meningkatkan pelayanan kesehatan, apalagi di tengah rencana pembangunan wisata medis yang memungkinkan adanya pasien dari luar negeri.

“Kalau kita lihat di Malaysia, Singapura, mereka sampai membuat call center yang bisa berbahasa Indonesia, Filipina. Itu orang bukan mesin. Itu sudah salah satu pelayanan dan itu 24 jam,” jelasnya.

Untuk itu, ia menyarankan untuk tahap awal pelaksaan wisata medis ini, terlebih dahulu diperuntukkan untuk masyarakat Indonesia.

Selain itu, dr. Didi juga menyoroti pentingnya transpransi biaya yang akan dikenakan, karena kepastian biaya pengobatan berpengaruh saat masyarakat ingin berobat ke rumah sakit.

Tidak hanya biaya, pihak rumah sakit juga harus transparan mengenai ketepatan waktu dan persyaratan.

“Kami sudah mengusulkan agar ada transparansi biaya. Orang mau operasi usus buntu di rumah sakit A, B, C, berapa tarifnya. All include. Operasi-operasi seperti usus buntu, sesar, ada kepastian biaya,” imbuhnya.

Pemerintah, lanjut dr. Didi, juga perlu meningkatkan kerjasama dengan pihak asuransi agar masyarakat lebih mudah mengajukan klaim. Karena selama ini, beberapa alasan masyarakat Indonesia berobat ke luar negeri karena banyaknya asuransi yang sudah berafiliasi dengan rumah sakit internasional.

Meski begitu, ia optimis bahwa kemudahan-kemudahan tersebut juga dapat diberikan di rumah sakit di Indonesia.

“Tidak menutup kemungkinan layanan itu bisa dilakukan di Indonesia khususnya Surabaya. Saya rasa nggak ada masalah asalkan memenuhi syarat dan ketentuan yang dapat memudahkan klaim (asuransi),” ujar dr. Didi.(tin/rst)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs